TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly mengatakan, pengunduran diri Patrialis Akbar sebagai hakim konstitusi akan mempercepat upaya pemerintah dalam menyeleksi hakim Mahkamah Konstitusi pengganti Patrialis.
Percepatan proses seleksi tersebut, kata Yasonna, akan membantu tugas dan fungsi MK dalam menangani sengketa Pilkada serentak pada 15 Februari 2017 di 101 daerah.
Pascatertangkapnya Patrialis Akbar oleh KPK, maka hakim konstitusi saat ini berjumlah delapan orang.
"Pemerintah belum mendapat keterangan resmi dari MK terkait Pak Patrialis yang sudah mengundurkan diri. Nah, itu tentu akan mempercepat. Nanti MK harus segera beritahu ke Presiden agar segera dibentuk pansel untuk mengurus pergantian," ujar Yasonna di kantor Kemenko Polhukam, Jakarta Pusat, Selasa (31/1/2017).
Yasonna menjelaskan, proses seleksi hakim MK akan dilakukan secara terbuka melalui penunjukkan panitia seleksi (pansel).
Pansel tersebut terdiri dari perwakilan pemerintah dan tokoh-tokoh masyarakat yang punya kapasitas.
Kemudian pansel akan melakukan uji kepatuhan dan kelayakan terhadap orang-orang yang mendaftar sebagai calon hakim.
Proses seleksi juga akan menerima masukan dari publik sebagai bahan pertimbangan. Yasonna memperkirakan proses tersebut akan selesai dalam satu atau dua bulan ke depan.
"Ya, mungkin tidak secepat yang kita duga. Tapi kami berharap akan selesai dalam satu atau dua bulan ini," kata Yasonna.
Secara terpisah Staf Khusus Presiden bidang Komunikasi Johan Budi memastikan bahwa Pansel juga akan turut meminta bantuan Komisi Pemberantasan Korupsi dan Pusat Pelaporan Analisis dan Transaksi Keuangan untuk mengecek rekam jejak calon.
"Selalu juga melibatkan KPK dan PPATK, baik secara informal maupun formal. Selalu begitu," kata Johan saat dihubungi, Selasa (31/1/2017).
Johan menambahkan, pansel akan segera dibentuk apabila pemerintah sudah menerima surat dari MK yang berisi pemberhentian ataupun pengunduran diri Patrialis dari jabatannya.
Ketua MK Arief Hidayat sebelumnya mengungkapkan bahwa Patrialis sudah mengundurkan diri dari jabatannya sebagai hakim konstitusi.
Namun, Arief tak menjelaskan lebih detail bagaimana surat tersebut diterima MK. Menurut Arief, dengan adanya surat pengunduran diri tersebut, maka poses pergantian Patrialis akan lebih cepat.
Sedianya, proses pergantian Patrialis harus menunggu hasil pemeriksaan oleh Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK).
Setelah itu, MKMK akan mengirimkan hasil pemeriksaannya bersamaan dengan surat rekomendasi pemberhentian Patrialis ke MK.
Jika terbukti melakukan pelanggaran etik berat, maka Patrialis patut diberhentikan secara tidak hormat.
Kemudian, setelah menerima surat dari MKMK, lalu MK mengirim surat ke Presiden Joko Widodo terkait permintaan hakim konstitusi pengganti Patrialis.
Oleh karena itu, menurut Arief, dengan adanya surat pengunduran diri dari Patrialis, maka pemeriksaan oleh MKMK bisa dilakukan lebih singkat, bahkan hanya satu kali.
Dengan demikian, MK bisa segera mengirim surat ke Presiden perihal permintaan pengganti hakim Patrialis.
Patrialis disangka menerima suap senilai 20.000 dollar AS dan 200.000 dollar Singapura, atau senilai Rp 2,15 miliar terkait uji materi UU.
Pemberian dari pengusaha impor daging Basuki Hariman tersebut diduga agar Patrialis membantu mengabulkan gugatan uji materi yang sedang diproses di Mahkamah Konstitusi.
Perkara gugatan yang dimaksud yakni uji materi Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan.
Patrialis membantah menerima suap. Patrialis justru menganggap dirinya sebagai korban, bukan seorang pelaku korupsi.
Ia meminta agar para hakim Mahkamah Konstitusi serta masyarakat memahami bahwa dirinya sedang mendapat perlakuan tidak adil.
"Demi Allah, saya betul-betul dizalimi. Saya tidak pernah menerima uang satu rupiah pun dari Pak Basuki," ujar Patrialis. (Kristian Erdianto)