Laporan Wartawan Tribunnews.com, Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Beberapa hari lalu, penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa Kepala Badan Keamanan Laut (Bakamla), Laksamana Madya TNI, Arie Soedewo sebagai saksi.
Pemeriksaan ini terkait kasus dugaan suap pengadaan alat monitoring di Badan Keamanan Laut (Bakamla) yang kini diusut KPK.
Juru Bicara KPK, Febri Diansyah mengatakan pemeriksaan Arie Soedewo dilakukan di POM TNI, Kamis (26/1/2017) lalu.
"Pemeriksaan Arie Soedewo dilakukan di POM TNI. Pemeriksaan guna mendalami perannya selaku kuasa pengguna anggaran dalam proyek pengadaan alat monitoring," ujar Febri, Rabu (1/2/2017).
Menurut Febri, sebagai pengguna anggaran, KPK menganggap Arie Soedewo mengetahui soal alur proyek pengadaan alat monitoring dari awal hingga akhir yakni mulai dari proses pengadaan hingga tanda tangan kontrak.
Baca: Ahok Ancam Ma'ruf Amin Hadiah Menyedihkan Harlah ke-91 NU
Dalam pemeriksaan tersebut, Febri juga membeberkan Arie Soedewo juga diminta klarifikasi soal alur proyek di proses perencanaan, kontrak hingga pelaksanaan tender.
"Kami terus koordinasi yang baik dan intens dengan POM TNI termasuk apabila kedepan dibutuhkan pemeriksaan saksi lain yang berlatar belakang militer," tambah Febri.
Dalam kasus ini, KPK telah menetapkan empat tersangka yakni Fahmi Darmawansyah, Hardy Stefanus, Muhammad Adami Okta sebagai pemberi suap dan Eko Susilo Hadi yang adalah Deputi Informasi Hukum dan kerja sama Bakamla sebagai penerima suap.
Di proyek ini, Eko Susilo Hadi menjabat sebagai kuasa pengguna anggaran. Sedangkan pejabat pembuat komitmen (PPK) ialah Laksamana Pertama TNI, Bambang Udoyo, yang juga berstatus tersangka di POM TNI.
Ketiga pejabat PT Merial Esa yang adalah pemberi suap disangkakan Pasal 5 ayat 1w huruf a atau Pasal 5 ayat 1 huruf b atau Pasal 13 UU 31 tahun 1999 tentang Tipikor sebagaimana telah diubah pada UU 20 tahun 2001 jo 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
Sedangkan Eko Susilo, penerima suap dijerat Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 UU nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana telah diubah dalam UU Nomor 20 tahun 2001.