TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Presiden keenam RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menuding pemberian grasi untuk mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Antasari Azhar, yang menjadi terpidana kasus pembunuhan, bermuatan politis.
Tudingan SBY ini merespons pernyataan Antasari bahwa kasus pembunuhan yang menjeratnya merupakan rekayasa.
Kasus ini terjadi saat KPK menangani kasus korupsi yang menjerat Aulia Pohan, mantan Deputi Bank Indonesia, yang merupakan besan SBY.
Apa respons Jokowi menanggapi hal ini?
Menteri Sekretaris Negara Pratikno mengatakan, Presiden Jokowi memanggil dan memintanya kembali melihat mekanisme pemberian grasi untuk Antasari.
"Presiden minta, coba cek lagi mekanismenya (pemberian grasi ke Antasari)," ujar Pratikno di Kompleks Istana Presiden, usai bertemu Presiden, Rabu (15/2/2017).
Pratikno menjelaskan bahwa mekanisme pemberian grasi tersebut sudah sesuai dengan prosedur.
"Saya bilang, jelas, Pak. Ada pertimbangan dari MA dan itu adalah kewajiban Presiden untuk memperhatikan pertimbangan MA," ujar Pratikno.
"Saya bilang Bapak (Presiden) juga sudah sangat memperhatikan pertimbangan MA itu. Jadi, Bapak enggak perlu risau dengan ini. Ya karena kami sudah melalui mekanisme yang sudah sangat jelas," kata dia.
Melalui akun Twitter-nya, @SBYudhoyono, SBY menuding ada motif lain di balik pemberian grasi terhadap Antasari Azhar.
SBY menganggap grasi itu diberikan untuk menyudutkannya.
"Yg saya perkirakan terjadi. Nampaknya grasi kpd Antasari punya motif politik & ada misi utk Serang & diskreditkan saya (SBY)," tulis SBY.
Ia juga menuding bahwa tudingan Antasari kepadanya untuk menggerus elektabilitas anaknya, Agus Harimurti Yudhoyono, yang tengah maju sebagai calon gubernur DKI Jakarta.
"Luar biasa negara ini. Tak masuk di akal saya. Naudzubillah. Betapa kekuasaan bisa berbuat apa saja. Jangan berdusta. Kami semua tahu," kata SBY.(Fabian Januarius Kuwado)