TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kasus pembunuhan saudara tiri pemimpin Korea Utara, Kim Jong Un, yakni Kim Jong Nam dicurigai melibatkan warga negara Indonesia (WNI) bernama Siti Aisyah.
Siti diduga direkrut oleh agen intelijen asing.
Menanggapi hal itu, peneliti Intelijen Universitas Indonesia (UI) Ridlwan Habib, menegaskan prinsipnya tidak boleh ada warga negara Indonesia yang bekerja untuk intelijen asing.
"Haram hukumnya karena berkhianat pada negara, " tegas Ridlwan Habib kepada Tribunnews.com, di Jakarta, Rabu (22/2/2017).
Apalagi menurut peneliti Intelijen UI ini, intelijen asing pasti beroperasi secara tertutup di Indonesia.
Memang mereka selalu berupaya mencari agen atau jejaring dari warga lokal.
Ditambah lagi Badan Intelijen Negara (BIN) mempunyai Deputi Kontra Intelijen yang bertugas mencegah operasi negara asing di wilayah NKRI.
Intelijen Asing yang terbukti beroperasi di dalam wilayah NKRI bisa dideportasi atau di persona non grata.
"Jika mereka menggunakan kedok diplomatik maka kita bisa melakukan protes resmi kepada kedutaannya dan meminta oknum itu dipulangkan, " katanya.
Namun, biasanya, agen yang beroperasi di wilayah negara lain tidak memakai kedok tugas diplomatik. Ini yang disebut dengan non official cover agent atau NOC.
" Agen NOC jika tertangkap tidak akan mengaku dan tidak akan diakui sebagai Intelijen, " ujar alumni S2 Kajian Intelijen UI tersebut kepada Tribunnews.com.
Aparat yang mencegah perekrutan WNI oleh intelijen asing bukan tugas kepolisian. Melainkan tugas badan intelijen .
" Ini bukan ranah Polri, jadi tugas tugas pencegahan operasi intelijen asing itu ada di BIN, Polri tidak punya kewenangan," ujarnya.