Laporan Wartawan Tribunnews.com, Eri Komar Sinaga
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sidang sengketa hasil Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) di Mahkamah Konstitusi kemungkinan akan disidangkan delapan hakim.
Hal tersubut menyusul telah diberhentikannya Patrialis Akbar secara tidak hormat sebagai hakim MK karena melanggar kode etik.
Jika hanya disidangkan delapan hakim, artinya panel hakim yang akan bersidang hanya dua panel hakim.
Baca: Sudah Dibuka, Belum Ada Pendaftaran Sengketa Hasil Pilkada di Mahkamah Konstitusi
"Kalau kondisinya masih delapan hakim maka dua panel. Tapi kalau sebelum itu sudah ada ya sembilan lagi jadi tiga panel," kata Juru Bicara Mahkamah Konstitusi Fajar Laksono di kantornya, Jakarta, Kamis (23/2/2017).
Menurut Fajar, hingga saat ini Pemerintah telah membentuk Panitia Seleksi Calon Hakim Konstitusi pengganti Patrialis Akbar.
Sebabnya, Patrialis adalah hakim konstitusi dari unsur Pemerintah atau Presiden.
Baca: Kabareskrim Sebut Laporan dan Pernyataan Antasari ke Media Tidak Nyambung
Menurut Fajar, tahapan pengganti Patrialis masih dalam tahap pembukaan lowongan dan pengumuman seleksi pada 10 Maret.
Menurut dia, jika memang pada pertengahan Maret atau awal April sudah terseleksi, maka hakim tersebut bisa langsung bergabung dengan Arief Hidayat Cs.
"Tidak apa-apa langsung bergabung, karena di saat itu nanti sudah tinggal perkara-perkara yang lolos yang memenuhi syarat," kata Fajar.
Fajar Laksono memprediksi yang mengajukan gugatan Pilkada tidak banyak karena tidak semua hasil Pilkada bisa digugat ke Mahkamah Konstitusi.
Berdasarkan Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 2 Tahu 2017 yang mengatur mengatur selisih suara dari 0,5 persen hingga 2 persen yang bisa digugat.
"100 persen kita siap. Memang tidak seperti yang lalu mungkin orang sudah ngerti kan. Ada batasan selisih perolehan suara itu ya mikir-mikir lagi kalau melihat putusan kita yang dulu," kata Fajar.