TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA- Kepala Kantor Pelayanan Pajak Penanaman Modal Asing (KPP PMA Enam) Kalibata Johnny Sirait mengakui menolak permohonan kelebihan bayar pajak (restitusi) PT EK Prima Ekspor Indonesia sebesar Rp 3,5 miliar.
Johnny mengakui menandatangani penolakan tersebut lantaran berdasarkan hasil pemeriksaan tim terdapat Transaksi Berdasarkan Tidak Sebenarnya (TBTS) menyangkut EK Prima
"Karena itu termasuk pengguna faktur yang tidak benar," kata Johnny Sirait saat bersaksi untuk terdakwa Country Director PT EK Prima Ekspor Indonesia Ramapanicker Rajamohanan Nair di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Senin (27/2/2017).
Johnny mengakui jika sebelumnya jika dirinya juga pernav menandatangani agar restitusi pajak Rp 3,5 miliar dibayarkan ke PT EK Prima Ekspor Indonesia. Akan tetapi, Johnny berkilah bahwa dia membatalkannya karena penyetujuan tersebut tidak seperti standar di kantor pelayanan pajak yang sebelumnya dia pimpin.
Johnny kemudian mengatakan awal pengajuan restitusi tersebut, dia belum memimpin KPP PMA Enam Kalibata.
"Betul, tapi saya kepala kantor. Itu tidak memenuhi standard kantor lain yang pernah saya pimpin," kata dia.
Sebelumnya, Rajamohanan didakwa memberikan uang suap 148.500 Dollar Amerika Serikat atau setara Rp 1.998.810.000 kepada Kepala Sub Direktorat Bukti Permulaan Direktorat Penegakan Hukum pada Direktorat Jenderal Pajak Handang Soekarno.
Uang tersebut merupakan sebagian dari janji Rp 6 miliar dengan Handang untuk membereskan masalah pajak PT EK Prima Ekspor Indonesia.
Permasalahan pajak yang dihadapi PT EK Prima antara lain pengajuan pengembalian kelebihan bayar pajak (restitusi), Surat Tagihan Pajak Pajak Pertambahan Nilai, Penolakan Pengampunan Pajak (tax amnesty) dan Pemeriksaan Bukti Permulaan pada Kantor Pelayanan Pajak Penanaman Modal Asing (KPP PMA Enam) Kalibata dan Kantor Kanwil Ditjen Pajak Jakarta.