News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

PT EKP Taat Aturan dan Clear Masalah Pajak

Editor: Hasanudin Aco
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Country Director PT EK Prima Ekspor Indonesia Ramapanicker Rajamohanan Nair memberikan keterangan kepada media usai menjalani persidangan lanjutan di pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Senin (20/2/2017).

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengacara Country Director PT EK Prima Ekspor Indonesia Ramapanicker Rajamohanan Nair, Samsul Huda, mengatakan, perusahaan kliennya tersebut sangat taat aturan pajak.

Dia menegaskan perusahaan kliennya clear secara perpajakan.

"PT EKP sangat taat aturan pajak dan clear masalah perpajakan," kata Samsul, Rabu (1/3/2017).

Meski demikian Samsul mengakui memang benar ada pemberian Rp 2 miliar dari kliennya kepada PPNS Ditjen Pajak Kemenkeu Handang Soekarno.

"Bahwa dalam kasus ini memang ada pemberian sejumlah uang (Rp 2 miliar) ke Handang Soekarno memang benar," katanya.

Dia menjelaskan, awalnya timbul masalah ketika EKP mengajukan restitusi pajak garmen Rp 3,5 miliar. "Perusahaan yang berani mengajukan restitusi berarti perusahaan kredibel pajaknya," kata dia.

Samsul melanjutkan, awalnya diterjunkan tim pemeriksa ke lapangan dan pabrik EKP. Dari laporan hasil pemeriksaan (LHP) tim pemeriksa menegaskan bahwa permohonan restitusi dapat disetujui.

Namun, lanjut dia, ada konversi terhadap pajak kurang bayar sebesar Rp 600 juta. Menurutnya, berdasarkan surat pemberitahuan hasil pemeriksaan (SPHP) LHP 8 Agustus 2016 tim pemeriksa disetujui Rp 2,8 miliar.

Namun, setelah SPHP LHP disetujui dan dikirimkan ke EKP untuk mendapatkan tanggapan tiba-tiba Kepala KPP 6 PMA Kalibata Johny Sirait menganulir sendiri keputusannya.

Dalihnya, kata dia, tidak dapat meyakini transaksi EKP dan menduga ada ekspor fiktif tanpa ada cek dan ricek maupun pemeriksaan terlebih dahulu.

"Hanya asumsi semata. Malah tiba-tiba PT EKP dikenai surat tagihan pajak STP PPN ekspor kacang mete Rp 78 miliar yang tidak berdasar fakta dan aturan yang benar," katanya.

Jadi, tegas dia, itu semua hanya berdasarkan asumsi atau dugaan Kepala KPP 6 PMA Kalibata. "Bukan atas hasil temuan tim pemeriksa," tegasnya.

Samsul menjelaskan, dalam persidangan Senin 27 Februari 2017 kemarin, terbukti bahwa ternyata keputusan untuk menerbitkan STP PPN karena adanya extra effort yang bersangkutan untuk memenuhi target pajak dan memaksakan STP PPN Rp 78 miliar dimasukkan dalam tax amnesty EKP. "Ini yang menyebabkan EKP keberatan," tegasnya.

Dia mengatakan, alih-alh Alih-alih keberatan ditanggapi, KPP 6 malah kemudian mencabut status perusahaan kena pajak (PKP) EKP dan dipaksakan usulan bukti permulaan tanpa didahulu proses IDLP yang benar.

"Dugaan ekspor fiktif dan penyalahgunaan KLU sudah terbantah di persidangan," katanya.

Menurutnya, jika ada dugaan tersebut maka EKP siap dan bahkan meminta untuk dilakukan pemeriksaan menyeluruh terhadap semua transaksi, faktur pajak, maupun PEB ekspor barang di Bea Cukai.

Dengan perlakuan yang bertubi2-tubi tersebut maka EKP mencari keadilan dengan menolak STP, mohon pembatalan pencabutan status PKP, dan usulan bukti permulaan tersebut dengan mengajukan keberatan ke Kanwil dan Ditjen Pajak ditembuskan ke Menteri Keuangan.

Keberatan akhirnya dikabulkan oleh Kanwil Pajak karena memang STP PPN yang diterbitkan KPP 6 Kalibata atas transaksi komoditas kacang mete dari penjual non-PKP tidak boleh dikenakan PPN. Selain itu juga dikabulkan pembatalan pencabutan status PKP EKP.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini