Uchok mengingatkan perilaku KPK yang gagah-gagahan pernah terjadi pada kasus sebelumnya yakni kasus Bank Century.
Di dalam dakwaan Budi Mulya terbukti melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut dengan Boediono, Miranda Swaray Goeltom, Siti Chalimah Fadjrijah.
Kemudian (Alm) S Budi Rochadi, Muliaman Darmansyah Hadad, Hartadi Agus Sarwono, Ardhayadi Mitodarwono, Raden Pardede, Robert Tantular dan Hermanus Hasan Muslim.
"Tapi KPK tidak berkaca ketika kasus century. Century itu kan banyak. Sri Mulyani juga. Itu gagah-gagahan juga," kata dia.
Sebelumnya, Ketua DPR RI Setya Novanto diyakini sebagai otak atau penentu penganggaran pengadaan KTP elektronik atau e-KTP tahun anggaran 2011-2012.
Setya Novanto saat itu menjabat sebagai ketua fraksi Partai Golkar.
Selain Setya, anggota DPR yang punya peran signifikan adalah politikus Partai Demokrat Anas Urbaningrum, Bekas Bendahara Partai Demorat Muhammad Nazaruddin.
Serta politikus PDI Perjuangan Olly Dondokambey dan Melchias Markus Mekeng.
"Mens reanya atau niatnya (niat jahat) ada pada orang-orang yang kami sebut tadi."
"Kalau anggota DPR ada Setya Novanto, Anas, Nazarudin, Olly, Melchias Markus Mekeng itu yang saya sebut tadi yang signifikan," kata Jaksa Irene Putrie saat ditemui usai persidangan di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Kamis (9/3/2017).
Dalam dakwaan disebutkan Setya Novanto bersama Andi Agustinus alias Andi Narogong mendapatkan 11 persen dari anggaran e-KTP atau senilai Rp 575,2 miliar.