Laporan Wartawan Tribunnews.com, Eri Komar Sinaga
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Banyaknya nama politikus terkenal dalam dakwaan koruspi pengadaan KTP elektronik dinilai hanya sebagai ajang 'gagah-gagahan' Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Nama-nama seperti Ketua DPR RI Setya Novanto dan lain-lainnya diprediksi hanya sebagai pajangan dan tidak akan dikembangkan ke penyidikan baru.
"Pajangan biar kelihatannya KPK gagah-gagahan," kata pengamat anggaranan pegiat antikorupsi Uchok Sky Khadafi di Cikini, Menteng, Jakarta, Jumat (10/3/2017).
Uchok mengaku dugaannya itu tidak asal bunyi.
Baca: KPK Sambut Baik Sidang Korupsi e-KTP Berlangsung Seminggu Dua Kali
Baca: Yorrys: Menyedihkan Kader Golkar Paling Banyak Disebut Dalam Dakwaan e-KTP
Menurut dia, dalam dakwaan Irman dan Sugiharto tidak disebutkan berapa yang diterima dan bagaimana cara Setya Novanto menerima uang tersebut.
Uchok juga menilai sama mengenai adanya aliran dana ke partai-partai politik.
Di dalam dakwaan disebutkan Partai Demokrat dan Golkar menerima masing-masing Rp 150 miliar dan PDI Perjuangan menerima Rp 80 miliar.
"Tapi posisi uang itu ada dimana sekarang? Itu harusnya ada dalam dakwaan," katanya.
"Atau modusnya bagaimana transfer uangnya? Tidak semua dijelaskan. Itu kan kurang utuh dakwaan. Apalagi nama-nama ini banyak menyangkal karena tidak tahu," ujar Uchok.
Baca: KPK Diminta Buka Nama Orang yang Mengembalikan Uang Korupsi e-KTP
Baca: Politik Jangan Mengkapitalisasi Isu e-KTP Untuk Munculkan Kegaduhan
Uchok mengingatkan perilaku KPK yang gagah-gagahan pernah terjadi pada kasus sebelumnya yakni kasus Bank Century.
Di dalam dakwaan Budi Mulya terbukti melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut dengan Boediono, Miranda Swaray Goeltom, Siti Chalimah Fadjrijah.
Kemudian (Alm) S Budi Rochadi, Muliaman Darmansyah Hadad, Hartadi Agus Sarwono, Ardhayadi Mitodarwono, Raden Pardede, Robert Tantular dan Hermanus Hasan Muslim.
"Tapi KPK tidak berkaca ketika kasus century. Century itu kan banyak. Sri Mulyani juga. Itu gagah-gagahan juga," kata dia.
Sebelumnya, Ketua DPR RI Setya Novanto diyakini sebagai otak atau penentu penganggaran pengadaan KTP elektronik atau e-KTP tahun anggaran 2011-2012.
Setya Novanto saat itu menjabat sebagai ketua fraksi Partai Golkar.
Selain Setya, anggota DPR yang punya peran signifikan adalah politikus Partai Demokrat Anas Urbaningrum, Bekas Bendahara Partai Demorat Muhammad Nazaruddin.
Serta politikus PDI Perjuangan Olly Dondokambey dan Melchias Markus Mekeng.
"Mens reanya atau niatnya (niat jahat) ada pada orang-orang yang kami sebut tadi."
"Kalau anggota DPR ada Setya Novanto, Anas, Nazarudin, Olly, Melchias Markus Mekeng itu yang saya sebut tadi yang signifikan," kata Jaksa Irene Putrie saat ditemui usai persidangan di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Kamis (9/3/2017).
Dalam dakwaan disebutkan Setya Novanto bersama Andi Agustinus alias Andi Narogong mendapatkan 11 persen dari anggaran e-KTP atau senilai Rp 575,2 miliar.