TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Umum Pengurus Pusat GP Ansor, Yaqut Cholil Qoumas mengaku prihatin melihat situasi memanasnya politik di DKI Jakarta.
Bahkan sampai terjadi adanya pelarangan mensalatkan jenazah bagi pendukung calon gubernur non-muslim.
Karena itu, Yaqut akan memerintahkan kadernya untuk merawat jenazah ketika ditolak atau ditelantarkan masyarakat setempat.
“Kami perintahkan di seluruh cabang kalau ada warga yang muslim yang meninggal dan tidak diurus jenazahnya karena perbedaan politik. Kami perintahkan kepada sahabat-sahabat Ansor untuk merawat jenazah itu. Baik untuk mensalatkan, mengkafani, menguburkan bahkan mentahlilkan selama 40 hari kami laksanakan,” ujar Yaqut usai membuka Bahtsul Masail Kiai Muda di Kantor PP GP Ansor, Jakarta, akhir pekan lalu.
Sekadar diketahui, jenazah seorang nenek di kawasan Karet Raya, Setiabudi, Jakarta, meninggal dalam usia 78 tahun, beberapa hari lalu.
Warga setempat menolak mensalati nenek tersebut karena mendukung calon gubernur non muslim pada Pilkada DKI putaran pertama.
Kejadian seperti ini sangat dirisaukan GP Ansor. Menurut Yaqut, jika ada orang atau kelompok yang melarang mensalatkan jenazah lantaran beda pilihan politik, hal itu dinilai ngawur.
“Kan ini sudah keterlaluan menggunakan agama. Padahal dalam Islam mensalatkan jenazah muslim itu fardhu kifayah. Kalau orang disuruh meninggalkan kewajiban ini dosa siapa, kan tidak boleh begitu,” tegasnya.
Sementara itu, acara Bahtsul Masail Kiai Muda yang digagas GP Ansor tersebut diikuti sekitar 100 peserta. Mereka adalah kiai-kiai muda dari berbagai pesantren di Indonesia. Tema yang diambil “Kepemimpinan Non-Muslim dalam Pandangan Islam”.
Kajian ini digagas untuk menanggapi polemik yang berawal dari kasus Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok yang diduga menistakan agama.
“Kepemimpinan yang kita anut itu, pemimpin yang bisa memberikan manfaat bagi masyarakat. Kita tak pandang suku, ras dan seterusnya, tapi bagaimana calon seorang pemimpin yang mampu memberikan kemaslahatan bagi umat,” terangnya