TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Penuntasan kasus mega korupsi proyek Kartu Tanda Penduduk (KTP) Elektronik atau e-KTP menjadi pertaruhan besar bagi Pemerintahan Presiden dan Wakil Presiden Joko Widodo (Jokowi)-Jusuf Kalla (JK).
Ini karena mereka yang disangka ikut menikmati Rp 21,3 triliun anggaran e-KTP yang dikorupsi tidak hanya melibatkan pejabat di Kementerian Dalam Negeri dan politisi dari partai politik di pemerintahan di masa lalu, tapi juga dari parpol yang saat ini berkuasa.
Baca: Terdakwa Kasus Korupsi e-KTP Dikenal Dermawan dan Rajin Beribadah
Baca: Alasan Blanko Habis, Faktanya Banyak Pejabat Terindikasi Korupsi E-KTP
Karena kasus korurpsi yang menyeret banyak nama politikus dari parpol pendukung pemerintah ini, akan sangat positif bagi upaya pembersihan dari orang korup yang masuk pada dinamika politik maupun pemerintahan.
"Bagi Pemerintahan Jokowi-JK seharusnya positif yaitu dibersihkan dari orang korup dalam pemerintahannya," ujar pakar hukum Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), Yenti Garnasih kepada Tribunnews.com, Minggu (12/3/2017).
Karena itu dia berharap KPK bertindak cepat mengusut dan menyelesaikan kasus ini.
Dalam surat dakwaan, disebut sejumlah nama yang menerima aliran dana e-KTP yang dikorupsi maka tentu harus di tindak-lanjut.
Dalam sesi pembuktian tentu akan tampak, apakah dakwaan JPU cukup bukti aliran dana pada sejumlah orang tersebut.
"Tentu KPK tidak sembarangan menyebutkan dalam dakwaan bahwa ada aliran dana dari proyek e-KTP ke sejumlah orang dan sekaligus menyebutkan siapa yang mengalirkan," tegas dosen hukum pidana di Universitas Trisakti ini.
Dia menambahkan, jika melihat konstruksi perbuatan seperti tercantum dalam dakwaan dan jumlahnya fix (angkanya jelas) maka bisa diyakini JPU memiliki bukti kuat.
"KPK nampaknya fokus pada tersangka yang lebih kuat buktinya terlebih dulu, baru dilakukan pengembangan setelah ada kemajuan dalam proses persidangan. Semua ini kalau buktinya ada," katanya.
"Siapapun, tidak peduli nama besar nama kecil, kalau ada bukti ikut menerima aliran dana proyek E KTP maka harus diproses. Berkaitan dengan pejabat eksekutif maupun legislatif hal itu seharusnya tidak menyurutkan untuk percepatan penuntasan kasus ini," tegasnya.
Menurutnya, upaya penuntasan kasus ini positif bagi upaya pembersihan orang-orang korup yang saat ini berada di parpol maupun pemerintahan.
Sementara, itu mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Republik Indonesia Mahfud MD mengingatkan aparat penegak hukum agar tidak terpengaruh situasi politik dalam menangani kasus korupsi e-KTP.
Proses hukum, harus dilanjutkan sampai tuntas tanpa memandang siapa yang terlibat di dalamnya, termasuk jangan sampai baru diungkap setelah Pilkada selesai atau bertujuan untuk mengamankan agar Pemilu 2019 mendatang berjalan lancar.
"Hukum tidak boleh tergantung situasi politik. Proses harus terus dijalankan," kata Mahfud MD saat menghadiri Seminar Nasional Madura menjadi Provinsi di Pamekasan, Sabtu (12/3/2017) malam.
Pria kelahiran Sampang, Madura, ini menambahkan, aparat hukum yang lain harus membantu Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebaik-baiknya tanpa harus menghadang dan menghambat secara psikologis dan secara politis.
"KPK agar segera meningkatkan dari penyelidikan kepada penyidikan karena saya melihatnya dua alat bukti sudah dikantongi KPK," ungkapnya.