TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pembiayaan pengadaan KTP elektronik tahun anggaran 2011-2012 menggunakan APBN murni adalah usulan Pemerintah.
Keterangan tersebut disampaikan bekas Ketua Komisi II DPR RI Chairuman Harahap saat bersaksi di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Kamis (16/3/2017).
Baca: Saat Reses, Anggota DPR Miryam S Haryani Disebut Datangi Kemendagri Minta Uang
Chairuman membantah jika Komisi II meminta mengubah pendanaan dari skema menjadi Penerimaan Hibah Luar Negeri (PHLN) menjadi APBN murni.
"Pemerintah. Semua anggaran itu kan usul Pemerintah. Itu untuk buat pagu anggaran Pemerintah mengajukan kepada DPR, kita bahas untuk dapatkan pagi anggaran," kata Chairuman Harahap saat bersaksi di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Kamis (16/3/2017).
Chairuman mengatakan Pemerintah adalah pihak yang mengetahui kondisi anggaran.
Menurut dia, sebelum dilempar ke DPR, maka usulan anggaran tersebut terlebih dahulu dibahas di Pemerintah.
"Karena mereka bicara dulu di institusi pemerintah, Kemenkeu, Bappenas baru diajukan kepada kita. Setelah itu jadi indikator pidato Presiden acuan anggaran RAPBN," kata politikus Partai Golkar itu.
Baca: Dikenalkan Setya Novanto, Chairuman Harahap Akui Berbisnis Dengan Andi Narogong
Menteri Dalam Negeri 2009-2014 Gamawan Fauzi mengatakan sebelumnya bahwa permintaan menggunakan APBN murni tersebut diusulkan Komisi II DPR RI saat Rapat Dengar Pendapat.
"Di situ DPR meminta supaya ini diupayakan dengan anggaran APBN murni karena sebelumnya saya pernah baca bahwa itu ada PHLN jadi dimana hibah utang luar negeri. Berdasarkan itu saya juga pernah baca di Oktober atau November menteri sebelumnya sudah usulkan seperti itu. Saya ada dokumennya Yang Mulia," kata Gawaman.
Irman dam Sugiharto kini jadi terdakwa kasus tersebut.
Irman adalah bekas Direktur Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil Kemendagri Irman sementara Sugiharto adalah bekas Direktur Pengelola Informasi Administrasi Kependudukan Ditjen Dukcapil Kemendagri sekaligus Pejabat Pembuat Komitmen Sugiharto.
Negara disebut menderita kerugian Rp 2,3 triliun dari nilai proyek Rp 5,9 triiun anggaran penggadaan KTP elektronik.