TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pendidikan adalah sebuah kalimat penting dari sejarah perjuangan Republik Indonesia. Pendidikan bukan saja dimaksud untuk merubah status sosial sebuah kaum masyarakat yang terpinggirkan, namun juga pendidikan sebagai alat perjuangan bangsa yang merdeka dalam arti sebenarnya.
Demikian dikemukakan Abi Rekso, Koordinator Forum Masyarakat Peduli Pendidikan (FMPP), usai aksi di gedung KPK Jakarta, Jumat (17/3/2017).
"Tentu perjuangan kemerdekaan tidak pernah lepas dari sebuah aktivitas pendidikan dan proses kaderisasi melalui jalan pendidikan,' ujarnya.
Baik Soekarno, Hatta, Sjahrir bahkan Tan Malaka adalah para pendidik bangsa. Mereka, menurut Abi Rekson, adalah orang-orang hebat yang percaya pada proses kemerdekaan yang bukan saja direbut dengan cara-cara perjuangan fisik.
"Akan tetapi juga mempertimbangkan aspek kecerdasan anak bangsa. Sebagaimana Ki Hajar Dewantara memulai dengan Taman Siswa, sebagai pondasi awal sistem pendidikan nasional awal-awal masa kemerdekaan," katanya.
Menurut dia, disanalah sejatinya pendidikan nasional Indonesia diletakkan. Diatas satu singgasana topangan peradaban yang menghasilkan manusia-manusia terbaik Indonesia. sistem pendidikan yang mewujudkan masa depan rakyat sejatera.
"Jokowi-JK sebagai pemimpin negara yang telah dipilih secara demokratis oleh mayoritas rakyat Indonesia, harus memastikan kepada segenap rakyat Indonesia bahwa wajah pendidikan nasional terjadi perubahan secara signifikan," ujarnya.
Postur anggaran 20% dari APBN, atau sebesar dengan Rp 131,3 triliun pada tahun 2014 dan Rp 146,4 triliun pada 2015.
Dimana peningkatan anggaran kurang lebih Rp 15 triliun, menurut Abi Rekso, justru menimbulkan masalah baru dalam institusi Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia.
Penambahan Rp 15 trilun antara tahun 2014-2015, hanya bisa menggenjot angkatan partisipasi pendidikan 0,19% pada kelompok usia 16-18. Justru pada usia didik kelompok 7-12 tahun menurun -0,38%, dan 13-15 menurun -0,27% (Data BPS).
"Ini menjadi rapor merah Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan kepemimpinan Anies Baswedan. Ditambah dengan kejanggalan-kejanggalan lain, seperti halnya berlebih penganggaran sebesar 23,3 Triliun, dimana akhirnya Menteri Keuangan Sri Mulyani mengurangi anggaran itu,' kata Abi Rekso.
Dalam kerangka itulah, pihaknya melalui Forum Masyarakat Peduli Pendidikan, sebuah perkumpulan kritis masyarakat yang sadar betapa pentingnya peran dan fungsi pendididkan.
"Forum masyarakat yang tetap kritis dengan setiap rezim pemerintahan dan berupaya untuk meletakkan azas kepentingan rakyat dalam pendidikan di Indonesia,' katanya.
Dijelaskan bahwa aksi hari ini yang dilakukan di gedung KPK Jakarta dalam upaya penguatan terhadap intitusi KPK dan tetap berbaris dibelakang KPK sebagai institusi yang berhadapan secara langsung dengan koruptor dan prilaku korupsi itu sendiri.
Dengan begitu, menurut Abi Rekso, sebagai Forum Masyarakat Sipil pihaknya bersikap atas 5 tuntutan utama:
1. Meminta KPK secara institusi pemberantas korupsi meniliki lebih dalam isu penyalahgunaan wewenang jabatan proyek VSAT (Very Smal Aperature Terminal) di Kemendikbud.
2. Meminta KPK secara serius membongkar dugaan-dugaan praktek korupsi yang selama ini terjadi di dalam Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan semasa Anies Baswedan.
3. Meminta KPK untuk turut aktif menyelidiki “Over Budgeting” sebesar Rp 23,3 triliun dalam Kemendikbud era Anies Baswedan.
4. Sebagai institusi pendidikan maka Forum Masyarakat Peduli Pendidikan mendorong KPK lebih jeli dalam mengawasi dana APBN dalam pendidikan nasional.
5. Meminta KPK segera memastikan apa betul ada keterlibatan korupsi Anies dan kerabatnya. Jika ada segera ditindaklanjuti.