TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR diharapkan tidak memiliki standar ganda dalam memproses laporan pelanggaran kode etik.
Hal itu disampaikan anggota Generasi Muda Partai Golkar (GMPG) Ahmad Doli Kurnia menanggapi Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) yang melaporkan Ketua DPR Setya Novanto ke MKD.
"Belum lupa dalam ingatan kita bagaimana beberapa bulan lalu MKD dengan hitungan jam dan tanpa pernah menghadirkan Ade Komarudin sebagai teradu, langsung divonis," kata Doli melalui pesan singkat, Rabu (29/3/2017).
Doli khawatir bila ada pembedaan terhadap anggota yang satu dengan yang lain akan memunculkan persepsi di masyarakat bahwa MKD bekerja tidak profesional dan berdasarkan motif kepentingan politik tertentu saja.
"Saya berharap MKD dapat menjaga wibawanya yang juga sekaligus menjaga wibawa institusi DPR," kata Doli.
Selain itu, Doli menuturkan proses yang dilakukan Peradilan Tipikor dan MKD DPR adalah dua kamar yang berbeda dan tidak ada hubungan langsung satu sama lain.
Peradilan Tipikor memiliki kewenangan memproses setiap pelanggaran hukum tindak pidana korupsi oleh siapapun. Sementara MKD memiliki kewenangan spesifik terhadap pelanggaran kode etik yang dilakukan setiap anggota DPR RI.
"Atas dasar itu tidak ada alasan sebenarnya MKD untuk tidak memproses setiap laporan yang mereka terima," ujar Doli.
Sebelumnya, Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) menyambangi Gedung DPR, Jakarta, Jumat (24/3/2017). Tujuan mereka melaporkan kembali Ketua DPR Setya Novanto ke Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD).
Boyamin menilai Setya Novanto berbohong tidak mengenal Mantan Dirjen Dukcapil Irman. Padahal dalam persidangan korupsi e-KTP diketahui Politikus Golkar itu meminta mantan Sekjen Kemendagri Diah Anggraini supaya menyampaikan pada Irman agar tidak mengenal Novanto. Permintaan itu disampaikan lewat Dirjen Dukcapil Zudan Arif Fakhurllah.
Boyamin lalu menunjukkan foto kegiatan di Jambi tahun 2015. Kala itu, Novanto mendampingi Menteri Politik Hukum dan HAM Luhut Binsar Pandjaitan melihat kebakaran hutan
"Ketika jumpa pers SN (Setya Novanto) ngaku nggak kenal ternyata akhir 2015 mereka melakukan kegiatan di Jambi untuk meninjau asap dan pada saat itu saya dapat bocoran orang sana, mereka berbicara akrab bahkan SN memuji pidato Irman," ujar Boyamin.
Dalam persidangan e-KTP di Tipikor juga diketahui, Novanto sempat bertemu Irman di Hotel Gran Melia bersama Diah Anggraini. Pertemuan terjadi pada 2010.
Boyamin juga menyebut, Novanto juga meminta pengusaha pemenang proyek e-KTP Andi Agustinus alias Andi Narogong, memberikan jawaban pada penyidikan bahwa perkenalan tersebut terkait masalah jual beli kaus.
"Masa pertemuan beberapa kali cuma urusan kaus? Artinya ini dugaan menghalang-halangi penyidikan dan proses di KPK maupun Tipikor," kata Boyamin.