News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Pilgub DKI Jakarta

Saksi Ahli: Terbitkan Fatwa, MUI Harusnya Dahulukan Tabayyun

Penulis: Wahyu Aji
Editor: Hasanudin Aco
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Politisi PDIP, Hamka Haq.

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Saksi ahli agama Hamka Haq, yang dihadirkan tim penasihat hukum dalam sidang dugaan kasus penodaan agama dengan terdakwa Basuki Tjahaja Purnama mengatakan, seharusnya Majelis Ulama Indonesia (MUI) melakukan konfirmasi dan tabayyun sebelum mengeluarkan sikap.

Hal itu diungkapkan Hamka Haq terkait sikap dan pendapat keagamaan (SPK) MUI pada 1 Oktober 2016.

"Fatwa ini karena tujuan kemaslahatan, maka diperlukan penjelasan-penjelasan yang disamping hati-hati. Juga diperlukan konfirmasi atau tabayun. Bagaimana suatu persolaan dapat diselesaikan dengan kesahihan, kebenaran dan tabayyun, kejelasan mengapa terjadi seperti itu," kata Hamka dalam sidang di Auditorium Kementerian Pertanian, Jakarta Selatan, Rabu (29/3/2017).

Baca: Saksi Psikologi: Polisi Gegabah Jadikan Transkip Sebagai Alat Bukti

Baca: Saksi Ahli: Tak Hanya Isi Pidato Ahok, Warga yang Tepuk Tangan Juga Harusnya Jadi Alat Bukti Polisi

Baca: Guru Besar Universitas Katolik Atma Jaya Jadi Saksi Ahli Ahok di Sidang Kasus Penistaan Agama

Hamka yang juga Anggota DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan ini menjelaskan pentingnya tabayyun oleh MUI.

Alasannya, MUI merupakan bentukan pemerintah.

Apalagi yang menjadi terduga saat itu adalah seorang gubernur DKI Jakarta.

"MUI dibangun pemerintah, beda dengan Muhammadiyah dan NU yang berdiri sendiri. Gubernur itu bagian dari pemerintah, jadi MUI harus memandang sebagai mitra, jangan rival. Karena MUI dibentuk untuk kepentingan pemerintah di dalam melaksanakan pembangunan," kata Hamka.

Dirinya mengaku walaupun duduk sebagai dewan pertimbangan MUI, Hamka tidak pernah diajak membahas SPK MUI hingga akhirnya hal itu keluar pada 11 Oktober 2016. SPK MUI menyatakan Ahok menghina Al-Quran dan atau menghina ulama yang memiliki konsekuensi hukum.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini