TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi menunggu penjelasan Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi yang tidak menanggapi permintaan Jaksa KPK untuk menahan Saksi dugaan Korupsi e-KTP Miryam S Haryani.
"Nanti kita lihat lah. Kalau hakim menolak, dasar apa dia menolak," ujar Agus Rahardjo di Kantor Wantimpres, Jakarta, Senin (3/4/2017).
Demi menjerat Miryam, Agus mengatakan pihaknya masih berupaya untuk membuktikan keterlibatan mantan Anggota Komisi II DPR dalam kasus yang membuat negara merugi Rp2,3 triliun itu.
"Jadi kita akan segera nanti gelar dengan teman-teman penyidik, bukan hanya keterangan palsu ya. kalau yang bersangkutan menerima kan juga pantas juga, jadi Tersangka," tutur Agus.
Diberitakan sebelumnya, aksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Irene Putrie meminta kepada majelis hakim agar menetapkan mantan anggota Komisi II DPR, Miryam S Haryani, sebagai tersangka pemberian keterangan palsu di persidangan kasus e-KTP.
Jaksa juga meminta hakim menetapkan penahanan kepada Miryam.
"Yang Mulia, sesuai Pasal 174 KUHAP, kami meminta majelis hakim menetapkan saksi Miryam S Haryani sebagai pemberi keterangan palsu. Untuk itu dilakukan penahanan pada yang bersangkutan," ujar Irene kepada majelis hakim.
Pasal 174 KUHAP menyatakan bahwa apabila saksi memberikan keterangan palsu di persidangan, ketua majelis hakim dapat memperingatkan saksi agar memberikan keterangan yang sebenarnya.
Selain itu, aturan itu menjelaskan adanya ancaman pidana bagi saksi yang memberi keterangan palsu.
Namun, apabila saksi tetap berbohong, ketua majelis hakim atas permintaan jaksa dapat memberi perintah agar saksi ditahan, dan selanjutnya dituntut dengan dakwaan sumpah palsu.
Meski demikian, Ketua Majelis Hakim Jhon Halasan Butarbutar tidak sependapat dengan permintaan jaksa.
Hakim meminta waktu agar keterangan Miryam dibandingkan dengan saksi lain.
"Majelis berpendapat bahwa memandang perlu untuk lebih lanjut kami dengar keterangan saksi lainnya. Tapi tidak menutup anda melakukan proses hukum di luar Pasal 174 KUHAP," kata Jhon.
Dalam persidangan, Miryam membantah semua keterangan yang ia sampaikan dalam berita acara pemeriksaan (BAP) soal pembagian uang hasil korupsi e-KTP.
Padahal, Miryam menjelaskan secara rinci pembagian uang dalam kasus e-KTP.
Menurut dia, sebenarnya tidak pernah ada pembagian uang ke sejumlah anggota DPR RI periode 2009-2014, sebagaimana yang dia beberkan sebelumnya kepada penyidik.
Miryam bahkan mengaku diancam oleh penyidik KPK saat melengkapi BAP.
Setelah dikonfrontasi oleh tiga penyidik KPK, Miryam tetap pada keterangannya sejak awal persidangan.