TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Sebagai program lanjutan dari pembebasan 10 warga negara Indonesia (WNI) yang disandera oleh kelompok milisi Abu Sayyaf pertengahan Maret 2016, sebanyak 30 anak Suku Sulu, Filipina Selatan sejak tahun lalu mengikuti pendidikan di sekolah-sekolah Yayasan Sukma Bangsa (YSB).
Anggota Komnas HAM Prof Hafid Abbas mengatakan, pendidikan tersebut merupakan bagian dari diplomasi kebudayaan dalam upaya membebaskan WNI yang disandera Abu Sayyaf.
Hal itu dikemukakannya dalam acara napak tilas di Konigstedt Manor (Government House) di Helsinki, Finlandia, pada Kamis 6 April 2017.
"Sekolah Sukma tak cuma mendidik anak-anak Aceh tapi juga puluhan anak dari Filipina Selatan," kata Abbas dalam keterangan pers yang diterimai, Jumat (7/4/2017).
Konigstedt Manor pada 2005 diketahui sebagai lokasi perundingan damai antara perwakilan pemerintah RI dan para tokoh Gerakan Aceh Merdeka (GAM) yang difasilitasi mantan Presiden Finlandia Martti Ahtisaari.
Dalam perbincangan santai di salah satu ruangan gedung itu hadir Pendiri YSB Surya Paloh, Ketua YSB Rerie Lestari Moerdijat, Direktur Akademik Yayasan Sukma Bangsa (YSB) Dr Ahmad Baedowi, dan Juha Christensen yang pernah terlibat aktif sebagai penghubung perundingan antara pemerintah RI dengan GAM.
Baidowi menceritakan, tokoh arsitek diplomasi kebudayaan yang berimbas bebasnya sandera Abu Sayyaf itu adalah Surya Paloh.
Menurutnya, Surya Paloh menugaskan dirinya untuk mencari informasi sebanyak mungkin di Filipina dalam upaya membebaskan para sandera.
Kala itu, Surya Paloh mengatakan bahwa tak semua orang Mindanao angkat senjata ke hutan-hutan.
Surya Paloh meyakini sebagian anggota keluarga kelompok Abu Sayyaf masih ada yang tinggal di desa-desa dan kota-kota di kawasan sekitar.
"Mereka yang tidak ikut ke hutan itulah yang kami dekati. Saya datang ke sana misi utamanya memang bukan untuk membebaskan sandera, karena saya bukan negosiator. Saya datang sebagai guru, bukan negosiator. Selama dua minggu saya berada di sana. Baru pada awal Mei masuk ke markas Abu Sayyaf," kata Baedowi.
Dirinya menambahkan, soal keterlibatan YSB dalam mendidik anak-anak Suku Sulu setingkat SMP dan SMA sengaja tak dipublikasikan guna menghindari berbagai prasangka yang tak diinginkan.
Lebih jauh, Baedowi menuturkan, Surya Paloh dan YSB selama ini memang lebih suka bekerja secara senyap karena banyaknya pihak yang meragukan.
Dengan demikian dengan program pendidikan anak-anak Suku Sulu, ia menekankan pihak meragukan, dapat mengecek langsung kebenarannya di sekolah-sekolah yang dikelola YSB.