TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pelantikan Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) yang baru, Oesman Sapta Odang dan sejumlah pimpinan lainnya adalah sah menurut Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Hamdan Zoelva.
Pasalnya tata tertib nomor 1 tahun 2016 dan tahun 2017 yang dikeluarkan DPD, belum dicabut saat pimpinan DPD baru dilantik.
"Legal, menurut saya sah-sah saja, sudah legal mau diapakan lagi, dia terpilih dengan aturan yang begitu, karena ada dalam hukum administrasi negara," ujar Hamdan Zoelva kepada wartawan di kantor Kementerian Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Kemenkopolhukam), Senin (10/4).
Adalah MA yang melantik Oesman Sapta Odang atau Oso beserta dua orang wakilnya, Damayanti Lubis serta Nono Sampono. Padahal sebelumnya MA sudah mengeluarkan putusan agar tata tertib yang dijadikan dasar pelantikan tersebut untuk dicabut.
Hamdan Zoelva mengaku sudah sempat menyarankan ke pimpinan di DPD saat itu untuk segera menabut aturan tersebut pascaMA mengeluarkan putusannya, namun sarannya itu tidak diindahkan. Alhasil terjadilah kekacauan seperti sekarang ini.
"Saya sudah sarankan pimpinan saat itu (untuk) langsung cabut saja tatib itu, tapi tidak dilakukan, akhirnya terpilihlah (Oso), ya sudah, kacau jadinya," turu Hamdan Zoelva.
Biar bagaimanapun juga Oso dan sejumlah pimpinan DPD lainnya dilantik melalui jalur yang tidak bertentangan dengan aturan hukum, menurut Hamdan Zoelva pimpinan-pimpinan tersebut tidak bisa dibatalkan jabatannya.
"Sudahlah, sudah lewat semua, ini sudah selesai, jadi kita tata ke depan, karena tidak mungkin lagi ditarik ke nol, pak Oesman Sapta yang sudah dilantik tidak mungkin lagi ditarik pelantikannya," katanya.
Ia mengingatkan, kedepannya yang harus diipegang teguh semua pihak adalah etika. Hamdan Zoelva menegaskan bahwa hukum bukan semata-mata menjalankan apa yang ada dalam aturan, akan tetapi juga menegakan etika. Menurutnya kesepakatan mayoirtas bisa dibatalkan, bila kesepakatan tersebut bertentangan dengan atika.
"Kalau mayoritas tanpa etika dan moral, namanya tirani mayoritas, yang terjadi kemarin ya itu, hukum yang kehilangan etika, hukum yang kehilangan moral, itu masalah yang serius bagi saya," ujarnya.
Sebelumnya, Ahli Hukum Tata Negara, Yusril Ihza Mahenda menganggap pelantikan Oso dan pimpinan DPD lainnya sah. Pasalnya putusan MA memberikan celah selama sembilan puluh hari bagi pimpinan DPD mencabut sendiri aturan tata tertib itu.
Selama sembilan puluh hari itu, aturan tersebut masih bisa dianggap berlaku, dan pelantikan Oso serta dua pimpinan DPD lainnya dilakukan dalam kurun waktu sembilan puluh hari tersebut. Walaupun demikian, Yusril mengkritik akrobat hukum yang terjadi seputar pelantikan tersebut.Ketua
Sementara itu, Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI pimpinan Oesman Sapta Odang (OSO) tidak akan mengajak kubu GKR Hemas ke dalam rapat atau pertemuan kerja. Menurutnya, hal itu sudah menjadi kewajiban bagi anggota DPD untuk hadir. "Itu enggak perlu dirangkul itu kewajiban kok," ujar OSO.
OSO kemudian mengingatkan, kubu GKR Hemas yang sudah mendapatkan amanat dari daerah pemilihannya masing-masing untuk bekerja. Karena itu sudah menjadi kewajiban mereka untuk hadir dalam rapat dan pertemuan. "Itu dia diutus oleh daerah untuk mengabdi kepada negara melalui lembaga," sindir OSO.
Ditegaskan, sebagai pejabat negara Hemas diharapkan kesadarannya. Jika masih harus dibujuk, OSO menilai GKR Hemas dan pimpinan kubu sebelah tidak menjadi seorang negarawan yang baik. "Jadi enggak pelu harus dibujuk negarawan enggak begitu," kata Oso. (tribun/rekso/fajar)