TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU) Marsekal TNI Hadi Tjahjanto memberikan penghargaan kepada Letkol Pnb Anton Pallaguna dan Lettu Pnb Ahmad Finandika.
Kedua penerbang TNI AU tersebut dinilai telah melaksanakan tindakan yang tepat dan berani sehingga berhasil menyelamatkan jiwa dan alutsista, yakni pesawat Su-30MK2 yang mengalami gangguan saat mereka terbangkan.
Penghargaan berupa Sertifikat “Well Done” diberikan oleh KSAU di Mabesau, Cilangkap, Jumat (21/4), dihadiri Wakil KSAU Marsdya TNI Hadiyan Sumintaatmadja, para Asisten KSAU, Pangkoopsau I dan II, Pangkohanudnas, dan pejabat lainnya.
Saat itu, 7 April 2017, Anton dan Finandika melaksanakan penerbangan dalam rangka geladi bersih HUT TNI AU ke-71 di Lanud Halim Perdanakusuma menggunakan pesawat tempur Su-30MK2 nomor ekor TS-3009.
Sesaat baru mengudara, tiba-tiba mesin pesawat sebelah kiri mengalami gangguan. Indikator “warning” di kokpit menyala. Anton menanyakan kepada Finandika yang duduk di kursi belakang untuk memastikan apakah benar mesin kiri bermasalah seperti tampak di instrumen dan dijawab betul oleh Finandika.
Sukhoi yang baru saja lepas landas menggunakan afterburner dan baru memasukkan rodanya serta posisi flap up itu, masih bermuatan bahan bakar yang banyak.
Jet tempur buatan Rusia itu dibekali 9,5 ton (24.000 pon) avtur, kapasitas maksimal yang bisa diisi. Pada ketinggian 700-800 kaki itu, tiba-tiba terasa ada sesuatu yang menabrak pesawat.
Anton dan Finandika sendiri tak melihat ada yang menabrak, namun setelah itu pesawat tiba-tiba oleng ke kiri. “Setelah pesawat oleng ke kiri, saya lihat warning penurunan kecepatan (decelerate) mesin sebelah kiri menyala. Sedangkan mesin kanan mengalami fluktuasi,” ujar Anton menjelaskan.
Untuk memastikan apakah benar mesin sebelah kiri mengalami masalah, Anton yang sedang terbang menjadi leader saat itu meminta pesawat wingman sebelah kiri untuk melihat pesawatnya.
Wingman mengatakan betul dan terlihat adanya api di mesin sebelah kiri. Anton sendiri merasakan ada lima kali ledakan di pesawatnya. Setelah itu wingman diminta untuk terbang agak menjauh sambil membantu mengawasi.
Dalam upaya mengendalikan pesawat dan mempertahankan ketinggian, Anton melihat pemandangan di depan pesawatnya adalah hamparan pemukiman penduduk yang padat.
Pada kondisi darurat itu ia berpikir cepat menghitung berbagai kemungkinan untuk dipilih mana yang paling menguntungkan agar terhindar dari musibah.
Pemikiran pertama adalah mencari landing site untuk mengantisipasi kemungkinan terburuk bila kedua mesin mati tiba-tiba.
Untuk menghindari terjadinya lagi ledakan di mesin sebelah kiri, ia pun segera memosisikan mesin sebelah kiri tersebut pada posisi idle dan memaksimalkan mesin kanan untuk menambah ketinggian.
“Karena saat itu kami masih butuh ketinggian,” jelas Anton yang kemudian mempertahankan pesawatnya terbang di ketinggian 1.200 kaki.
Hal itu dilakukan selain untuk menyelamatkan pesawat, juga pada saat itu masih sekuens lepas landas bagi pesawat-pesawat lainnya yang akan melaksanakan geladi.
Seperti diketahui, dari 132 pesawat yang dikerahkan oleh TNI AU dalam geladi HUT TNI AU tersebut, sedikitnya 74 pesawat dan 152 penerbang melakukan penerbangan dari Lanud Halim.
Ada konsekuensi
Dimatikannya mesin sebelah kiri, lanjut Anton, sebenarnya bisa membawa konsekuensi di mana landing gear tidak berfungsi, generator sebelah kiri tidak berfungsi, nose wheel steering tidak berfungsi, dan perangkat-perangkat lain juga tidak berfungsi.
Namun, sekali lagi, dengan mematikan mesin sebelah kiri, paling tidak Anton berpikir pesawat yang ia awaki akan terhindar dari kemungkinan ledakan.
Setelah itu Anton menyampaikan kondisi Mayday kepada tower dan meminta prioritas pendaratan.
Anton menyampaikan bahwa pesawatnya terkena serangan burung (bird strike) karena itu yang paling mungkin terjadi melihat indikator-indikator yang menyala.
“Saya sampaikan bahwa pesawat kami kena bird strike dan meminta prioritas mendarat, walaupun saya belum tahu apakah itu bird strike atau bukan,” katanya.
Dalam briefing pagi sebelum penerbangan dilaksanakan disampaikan, apabila kondisi terburuk dialami penerbang dengan pesawatnya yang mengharuskan penerbang melakukan eject, maka daerah yang dianggap “aman” untuk melaksanakan hal itu di wilayah Lanud Halim adalah di lapangan golf atau di atas landasan.
Anton menyampaikan pesan Mayday kepada tower dan meminta prioritas pendaratan dengan harapan agar pesawat-pesawat yang ada di landasan segera menghindar. Sementara lapangan golf tidak dipilihnya karena ia tidak yakin di tempat itu sedang tidak ada orang.
Untuk mengurangi bahan bakar di pesawat sehingga bisa mendarat walau dengan kondisi batas maksimum, Anton memanfaatkan perhitungan waktu lima menit yang ia pilih.
Pertimbangannya, generator di pesawat hanya mampu menyuplai listrik selama 10 menit. Kedua, bila terlalu lama di udara pun kemungkinan-kemungkinan terburuk lainnya bisa terjadi.
Ia juga tidak langsung memilih eject, tetapi berupaya melakukan pendaratan secepatnya. “Kalau eject mungkin pilot selamat, saya selamat, tapi saya tidak menjamin kondisi di bawah bagaimana. Orang lain bisa terkena musibah,” ungkapnya.
Untuk mengurangi dan membuang sebagian bahan bakar itu, ia pun terbang berputar tiga setengah putaran dalam kurun waktu 4,5 menit sebelum mendarat.
Beruntung, saat proses pendaratan semua indikator berfungsi normal, kecuali mesin kiri yang dimatikan. Ia pun melakukan pendaratan dengan satu mesin kanan full power.
Apakah pesawat tempur Sukhoi yang bermesin ganda tidak bisa terbang atau mendarat dengan hanya satu mesin saja?
“Bisa. Tapi dalam kondisi normal. Sedangkan kami terbang pada kondisi satu mesin kiri timbul ledakan dan api sehingga harus dimatikan, sementara mesin kanan terjadi fluktuasi power,” jawab Anton.
Akhirnya, proses pendaratan pun dapat dilaksanakan dengan aman.
Anton lulusan AAU 2000 yang kini menjabat Kepala Keselamatan Penerbangan dan Kerja (Kalambangja) Wing 5 Lanud Sultan Hasanuddin itu menyebut kuasa Tuhan sangat berperan dalam kejadian tersebut sehingga ia dan juniornya, Finandika, bisa selamat dalam penerbangan yang mengalami masalah itu.
Demikian juga dengan KSAU yang menekankan dalam sambutannya. “Ingat, kejadian tersebut bukan karena kehebatan yang dimiliki, tetapi berkat seizin Tuhan Yang Maha Esa, Allah SWT, maka kalian berdua terhindar dari malapetaka. Syukuri sekaligus jadikan pengalaman tersebut sebagai pelajaran yang berharga dan bagikan pengalaman tersebut kepada aircrew sehingga profesionalisme penerbang TNI AU terus meningkat,” kata Hadi Tjahjanto.
Di akhir sambutannya KSAU juga menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada Pangkoopsau II dan Komandan Lanud Sultan Hasanuddin beserta segenap jajarannya.