TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Terdakwa kasus dugaan penodaan agama Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok menegaskan bahwa dirinya sudah diperlakukan secara tidak adil.
Dalam pembacaan pleidoi atau pembelaannya, Ahok mengatakan bahwa dirinya merupakan korban fitnah setelah seseorang bernama Buni Yani mengunggah video pidatonya di Kepulauan Seribu dengan durasi 30 detik.
"Ini baru menjadi masalah 9 hari kemudian (setelah Ahok berpidato di Kepulauan Seribu) atau tepatnya tanggal 6 Oktober 2016 setelah Buni Yanimemposting potongan video pidato saya dengan menambah kalimat yang sangat provokatif," kata Ahok, dalam persidangan di Auditorium Kementerian Pertanian, Ragunan, Jakarta Selatan, Selasa (25/4/2017).
Baca: Ketika Majelis Hakim Menegor Ahok Saat Bacakan Pleidoi
Kemudian, lanjut dia, baru terjadi pelaporan oleh orang-orang yang mengaku merasa sangat terhina atas perkataannya yang mengutip surat Al-Maidah ayat 51 tersebut.
Padahal, kata dia, tak satupun pelapor yang melihat langsung atau menonton secara utuh pidato Ahok.
"Ahok tidak menghina agama Islam, tapi tuduhan itu setiap hari dilakukan seperti ahli propaganda Nazi Jerman. Kita mendengarnya di masjid-masjid, media sosial, percakapan sehari-hari, sangkaan itu sudah bukan menjadi sangkaan tapi menjadi kepastian," kata Ahok.
Baca: Ketika Majelis Hakim Menegor Ahok Saat Bacakan Pleidoi
Akibat hal ini, lanjut dia, Ahok dituntut untuk diusut oleh pengadilan. Padahal, menurut Ahok, pasal penodaan agama yang diproduksi oleh rezim orde baru tersebut tak jelas mencantumkan batas pelanggarannya. Kemudian, tak jelas pula siapa yang sah mewakili agama yang dinistakan tersebut.
"Alhasil Ahok dilakukan tidak adil dalam tiga hal. Satu difitnah, dua dinyatakan bersalah sebelum pengadilan, dan diadili dengan hukum yang meragukan," kata Ahok.
Reporter: Kurnia Sari Aziza