News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Kasus BLBI

Syafruddin Tumenggung Tersangka, KPK Bidik Inpres Megawati

Editor: Hendra Gunawan
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan bersama juru bicara KPK Febri Diansyah saat konferensi pers di gedung KPK, Jakarta, Selasa (25/4/2017). Pada konferensi pers KPK menetapkan mantan Ketua Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Syafruddin Arsyad Temenggung sebagai tersangka berkaitan dengan kasus dugaan suap Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI). TRIBUNNEWS/HERUDIN

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebut bisa saja kebijakan Presiden kelima RI Megawati Soekarnoputri menerbitkan Inpres Nomor 8 Tahun 2002 dipersoalkan.

Inpres tersebut diketahui berisi tentang Pemberian Jaminan Kepastian Hukum Kepada Debitur yang Telah Menyelesaikan Kewajibannya atau Tindakan Hukum Kepada Debitur yang Tidak Menyelesaikan Kewajibannya Berdasarkan Penyelesaian Kewajiban Pemegang Saham.

Hal tersebut dikatakan Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan saat ditanyakan terkait keluarnya Instruksi Presiden Nomor 8 Tahun 2002 tentang Pemberian Jaminan Kepastian Hukum Kepada Debitur yang Telah Menyelesaikan Kewajibannya atau Tindakan Hukum Kepada Debitur yang Tidak Menyelesaikan Kewajibannya Berdasarkan Penyelesaian Kewajiban Pemegang Saham.

Syafruddin Tumenggung

Inpres tersebut dikeluarkan dan ditandatangani oleh Presiden Megawati Soekarnoputri.

Menurut Basaria, kebijakan itu bisa saja menjadi tindak pidana korupsi apabila di dalam proses yang berjalan muncul adanya suatu manfaat yang diambil oleh orang yang mengeluarkan kebijakan.

Manfaat atau keuntungan itu bisa untuk kepentingan diri sendiri, kelompok atau orang lain.

"Kemungkinan bisa saja, tapi sampai hari ini kami fokus ke tersangka SAT, yang seharusnya dibayar dulu Rp 4,8 triliun, baru ada SKL," kata Basaria.

Basaria Panjaitan juga memastikan dan berjanji pengusutan kasus ini tidak hanya berhenti dengan penetapan Syafruddin Arsyad Temenggung sebagai tersangka.

Basaria Panjaitan meyakini Syafruddin akan menjadi pintu masuk untuk membongkar kasus ini dan menetapkan tersangka lain.

"Pengusutan kasus SKL BLBI pastinya tidak akan berhenti sampai di sini (penetapan Syafruddin sebagai tersangka)," tegas Basaria Panjaitan.

Sebelumnya, usai melakukan penyelidikan sejak tahun 2014 dengan meminta keterangan dari banyak pihak, akhirnya tahun 2017 penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan eks Ketua Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Syafruddin Arsyad Temenggung sebagai tersangka dalam kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).

Basaria Panjaitan mengatakan penyidik telah meningkatkan perkara ini ke tingkat penyidikan dan memiliki bukti permulaan yang cukup untuk menetapkan tersangka terhadap Syafruddin Arsyad Temenggung.

"Tersangka SAT diduga telah menguntungkan diri sendiri, atau orang lain atau korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatannya atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara hingga Rp 3,7 triliun dengan penerbitan SKL BLBI untuk Sjamsul Nursalim," ujar Basaria.

Basaria Panjaitan menjelaskan kasus tersebut berawal ketika Syafruddin menjabat sebagai Ketua BPPN pada April 2002. Kemudian pada Mei 2002, Syafruddin menyetujui Komite Kebijakan Sektor Keuangan (KKSK) atas proses litigasi terhadap kewajiban obligor menjadi restrukturisasi atas kewajiban penyerahan aset oleh obligor kepada BPPN sebesar Rp 4,8 triliun.

Halaman
12
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini