Laporan Wartawan Tribunnews.com, Eri Komar Sinaga
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Selain divonis pidana penjara 9 tahun dan denda Rp 1 miliar, terdakwa bekas anggota Komisi V DPR RI Andi Taufan Tiro juga divonis pidana tambahan yakni pencabutan hak politik.
Vonis tersebut membuat Politikus Partai Amanat Nasional itu, tak boleh menduduki jabatan publik selama lima tahun, terhitung setelah menjalani hukuman di penjara.
"Mencabut hak politik berupa jabatan publik selama lima tahun, terhitung sejak terpidana selesai menjalani pemidanaan," kata Ketua Majelis Hakim Fasal Hendri saat membacakan sidang putusan di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Rabu (26/4/2017).
Dalam pertimbangannya, majelis hakim sependapat dengan argumen Jaksa Penuntut Umum. Majelis hakim menilai berbahaya karena Andi Taufan Tiro menggunakan kegiatan politiknya dari hasil kejahatan.
Andi Taufan Tiro menerima Rp 7,4 miliar dari hasil dana aspirasi dan digunakan untuk kegiatan berlibur ke Eropa, umrah, dan kegiatan politik.
"Menimbang bahwa majelis hakim sependapat dengan penuntut umum bahwa terdakwa telah menggunakan uang hasil kejahatan untuk membiayai kegiatan-kegiatan politiknya maka itu berpotensi merusak sendi-sendi demokrasi dan prinsip pemerintahan yang baik," kata hakim.
Padahal, kata hakim, politik adalah salah satu tujuan bernegara untuk memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan berbangsa. Jika biaya yang digunakan berasal dari kejahatan, maka dapat dipastikan hasilnya tidak akan sejalan dengan tujuan bernegara.
Sebelumnya, kader Partai Amanat Nasional Andi Taufan Tiro divonis pidana penjara 9 tahun dan denda Rp 1 miliar.
Andi Taufan Tiro dinilai terbukti secara sah dan meyakinkan terbukti secara bersama-sama melakukan korupsi sebagaimana dalam Pasal 12 huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.
Vonis tersebut lebih rendah dari tuntuta Jaksa Penuntut Umum yakni pidana penjara 12 tahun dan denda Rp 1 miliar.(*)