TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Selain memeriksa Rizal Ramli sebagai saksi kasus dugaan korupsi penerbitan Surat Keterangan Lunas (SKL) Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) yang menyeret mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Syafruddin Arsjad Temanggung (SAT) sebagai tersangka.
Ternyata hari ini, Selasa (2/5/2017) penyidik juga memeriksa saksi lain yakni mantan Wakil ketua Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), Eko Santoso Budianto.
Ditemui usai pemeriksaan, Eko Santoso Budianto yang menggunakan kemeja putih membenarkan dirinya diperiksa sebagai saksi terkait BLBI.
"Saya diperiksa untuk kasus BLBI, dulu kan saya wakil ketua BPPN," ucap Eko Santoso Budianto di KPK, Kuningan, Jakarta Selatan.
Ditanya soal bagaimana hubungan dirinya dengan mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Syafruddin Arsjad Temenggung (SAT), yang berstatus tersangka di kasus itu?
Eko Santoso Budianto menjawab dirinya tidak sempat bertemu dengan Syafruddin Arsjad Temenggung karena ia lebih dulu keluar dari BPPN.
"Saya dimintai keterangan saja, dulu saya keluar dari BPPN tahun 2000an, hanya itu saja. Saya tidak sempat komunikasi karena saya sudah keluar duluan sebelum dia (Syafruddin Arsjad Temenggung) masuk BPPN," kata Eko Santoso Budianto yang kini menjabat sebagai
anggota III, Deputi Bidang Pengembangan Sarana Usaha BP Batam.
Untuk diketahui setelah melakukan penyelidikan tahun 2014 dengan meminta keterangan dari banyak pihak, akhirnya tahun 2017 ini KPK menetapkan tersangka kasus indikasi tindak pidana korupsi penerbitan Surat Keterangan Lunas (SKL) Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) untuk Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI) milik Sjamsul Nursalim.
Wakil Ketua KPK, Basaria Panjaitan mengatakan penyidik telah meningkatkan perkara ini ke tingkat penyidikan dan memiliki bukti permulaan yang cukup menetapkan tersangka pada mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), Syarifuddin Arsyad Temenggung (SAT).
"Tersangka SAT diduga telah menguntungkan diri sendiri, atau orang lain atau korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatannya atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara hingga Rp 3,7 triliun dengan penerbitan SKL BLBI untuk Sjamsul Nursalim," ujar Basaria, Selasa (25/4/2017) di KPK, Kuningan, Jakarta Selatan.
Atas perbuatannya, Syafruddin Arsyad Temanggung disangkakan melanggar Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.