News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Pilgub DKI Jakarta

Peneliti LIPI: Isu SARA Tidak Boleh Lagi Digunakan di Pilkada Berikutnya

Editor: Hasanudin Aco
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Spanduk bertuliskan 'Djan Faridz : Untuk DKI Yang Damai Saya Menolak Penggunaan Isu Sara Dalam Pilkada DKI' di Jalan Panglima Polim di Jakarta, Rabu (26/10/2016). Penggunaan isu SARA sering kali digunakan dalam politik untuk menjatuhkan lawan termasuk di dalam kompetisi Pemilihan Kepala Daerah DKI. TRIBUNNEWS/HO

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Meskipun proses Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) DKI Jakarta sudah selesai namun masih menyisakan permusuhan antara sejumlah kelompok pendukung.

Peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Irine Hiraswari Gayatri menyebut hal itu antara lain dikarenakan penggunaan isu SARA dalam Pilkada DKI.

"Terlihat ya, mobilisasi sentimen ras dan agama cukup tinggi, Ujaran-ujaran yang mendiskriminasikan," ujar Irine Hiraswari Gayatri kepada wartawan di kantor Imparsial, Jakarta Pusat, Selasa (2/5/2017).

Baca: Pemilu Perancis Ternyata Masih Diwarnai Isu SARA

Menurutnya permasalahan tersebut penting untuk diselesaikan, antara lain agar kasus serupa tidak terulang di ratusan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) yang akan digelar pada tahun 2018 mendatang.

Termasuk di antaranya Pilkada Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur.

Maraknya penggunaan isu SARA tersebut antara lain disebabkan oleh antisipasi yang terlambat oleh pemerintah.

Baca: Isu SARA dalam Pilkada karena Persoalan Kesenjangan Ekonomi

Imbauan dari Polisi agar tidak ada intimidasi terhadap pemilih, dan imbauan dari Kementerian Agama (Kemenag) soal khotbah di rumah ibadah, baru keluar menjelang akhir putaran kedua, Pilkada DKI Jakarta 2017.

"Ini artinya apa, sesuatu sudah berlangsung secara buruk baru diantisipasi belakangan," ujarnya.

Di Indonesia sudah tersedia sejumlah instrumen mengantisipasi hal tersebut, yang bisa membuat pelaku-pelaku yang menggunakan isu SARA bisa dijerat hukum.

Instrumen tersebut harus diterapkan oleh semua pihak, termasuk Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), tokoh masyarakat hingga tokoh-tokoh agama.

"Supaya besok cetusan-cetusan SARA itu tidak ada lagi," terangnya.

Untuk permusuhan antar kelompok yang masih terjadi di Jakarta saat ini, cara yang sama juga bisa dilakukan.

Dengan penegakan hukum tersebut, diharapkan masyarkat Jakarta setidaknya tidak lagi menggunakan isu SARA dalam pembicaraan sehari-hari.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini