Rencana Strategis Penyiaran setidaknya mencakup ketersediaan spektrum frekuensi, penggunaan alokasi frekuensi dan wilayah siar, pengembangan dan pemanfaatan teknologi digital, migrasi digital, potensi perkembangan media penyiaran, pembangunan sarana dan prasarana penyiaran.
Selain itu juga mencakup pembangunan sumber daya penyiaran, perkembangan dan keberlangsungan industri penyiaran serta pemenuhan dan pemerataan informasi kepada masyarakat.
“Penyiaran digital yang diselenggarakan oleh beberapa penyelenggara penyiaran multipleksing memerlukan penerapan sistem hybrid yang merupakan bentuk nyata demokratisasi penyiaran. Dan ini juga merupakan antitesa dari monopoli (single multiplexer),” ujar Ishadi.
Ishadi juga mengungkapkan, sinergi dan optimalisasi peran serta industri penyiaran dalam kebijakan dan perizinan sangat diperlukan. Karena itu, perlu dibentuk wadah perhimpunan berbagai organisasi media penyiaran radio dan televisi.
Mengenai perizinan, ATVSI mengusulkan mekanisme pembatalan harus melalui mekanisme dan prosedur yang ketat.
“Selain itu harus ada mekanisme keberatan bagi pemegang IPP atas pembatalan IPP melalui jalur peradilan dan hanya mengikat apabila sudah mempunyai kekuatan hukum tetap atau inkracht (due process of law). Pembatalan IPP melalui mekanisme peradilan akan memberi kepastian hukum bagi keberlangsungan usaha dan perlindungan terhadap investasi yang telah dilakukan,” sebut Ishadi.
Dia juga menegaskan, isi pasal-pasal RUU Penyiaran harus visioner serta dapat mengantisipasi perkembangan teknologi dan dapat memenuhi keinginan masyarakat akan kebutuhan konten penyiaran yang baik dan berkualitas.
Karena itu, penyusunan RUU Penyiaran harus melibatkan pemangku kepentingan seperti pelaku industri penyiaran, regulator, dan industri terkait lainnya.