News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Korupsi KTP Elektronik

Ahli Hukum Chairul Huda Nilai KPK Tidak Berwenang dan Belum Waktunya Jerat Miryam

Penulis: Abdul Qodir
Editor: Johnson Simanjuntak
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ahli hukum pidana dari Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ) Chairul Huda menilai KPK tidak berwenang dan belum waktunya menjerat anggota DPR Miryam S Haryani sebagai tersangka pemberian keterangan palsu terkait sidang kasus korupsi e-KTP.

Hal ini disampaikan Chairul Huda saat dihadirkan kubu penasihat hukum Miryam S Haryani dalam sidang lanjutan praperadilan penetapan tersangka pemberian keterangan palsu dalam persidangan kasus korupsi e-KTP dari KPK terhadap Miryam S Haryani, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (17/5/2017).

"Kewenangannya (KPK) pada tindak pidananya, bukan undang-undangnya, karena undang-undang bisa berubah. Titik beratnya ada penyelidikan, penyidikan dan penubtitan pada kasus tindak pidana korupsi," kata Chairul.

Jawaban itu disampaikan Chairul Huda setelah mendapat urutan pertanyaan dari pihak penasihat hukum Miryam.

Pihak penasihat hukum Miryam terlihat sesekali melihat tulisan dari kertas di mejanya.

Menurut Chairul, sesuai UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK, tugas dan kewenangan KPK adalah melakukan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan berkaitan dengan tindak pidana korupsi (tipikor).

Sementara, UU Nomro 1999 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor hanya mengatur hukum materiil tipikor itu sendiri.

"Ada dua hal yang diatur. KPK berwenang dalam tipikor. Bukan sebuah tindak pidana, terbatas pada tindak pidana korupsi," kata Chairul.

Diketahui, KPK menjerat Miryam S Haryani sebagai tersangka memberikan keterangan palsu dengan Pasal 22 UU Tipikor setelah ia mencabut semua keterangannya dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) proses penyidikan dan menyebut keterangannya itu atas tekanan penyidik KPK dalam sidang kasua e-KTP di PN Tipikor Jakarta.

Pasal 22 UU Tipikor berbunyi, "Setiap orang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28, Pasal 29, Pasal 35, atau Pasal 36 yang dengan sengaja tidak memberi keterangan atau memberi keterangan yang tidak benar, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan atau denda paling sedikit Rp 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah)".

Menurut Chairul, pidana pemberian keterangan palsu memang diatur dengan Pasal 22 itu. Tapi, pidana itu bukan bagian tipikor.

Dengan demikian, KPK tidak berwenang menangani kasus dugaan pemberian keterangan palsu Miryam.

Menurutnya, kasus dugaan pidana yang dilakukan oleh Miryam masuk dalam tindak pidana lain, dalam hal ini tindak pidana umum (tipidum).

"Itu kewenangan ada di Polri. Pasal 22 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tidak menjadi kewenangan KPK," katanya.

Halaman
12
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini