Keterangan tersebut juga menjadi bahan pertimbangan majelis hakim saat membuat putusan perkara korupsi e-KTP.
"Selagi proses berjalan, tidak bisa dilakukan penyidikan. Ada saksi misalnya diduga tidak benar kasih keterangan, kalau hakim tidak meminta ditindak, berarti tidak," kata Chairul.
Sebelumnya, Kepala Biro Hukum KPK, Setiadi menyatakan, KPK berwenang menyelidiki dan menyidik kasus dugaan pemberian keterangan palsu.
Kewenangan tersebut sesuai Pasal 22 UU Nomor 31 Tahun 1999 yang diubah ke UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).
Merujuk pasal tersebut, maka seluruh tindak pidana atau delik yang terdapat dalam UU Pemberantasan Tipikor, termasuk Pasal 22 tentang tindak pidana lain yang berkaitan dengan tipikor, merupakan tindak pidana korupsi.
"Mengingat bahwa seluruh tindak pidana di dalam UU Tipikor merupakan tindak pidana korupsi dan merupakan kewenangan Termohon (KPK), maka Termohon memiliki kewenangan untuk melakukan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan terhadap Pasal 22 UU Tipikor," kata Setiadi.
Setiadi mengingatkan, Pasal 22 UU Tipikor pernah diterapkan KPK berkaitan dengan perkara yang telah diperiksa, diadili, dan diputus Pengadilan Tipikor.
Di antaranya pada perkara Muhtar Efendy, Romi Herton, Budi Antoni Aljufri, dan Said Faisal Muchlis. (coz)