Laporan wartawan Tribunnews.com, Eri Komar Sinaga
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA- Pemilik PT Sandipala Arthaputra, Paulus Tannos mengungkapkan dua kali bertemu dengan Ketua DPR RI Setya Novanto.
Pertemuan berlangsung saat Setya Novanto masih sebagai ketua fraksi Partai Golkar atas jasa pengusaha Andi Agustinus alias Andi Narogong.
Andi Narogong kini berstatus tersangka korupsi pengadaan KTP Elektronik.
Pertemuan pertama terjadi di rumah Setya Novanto di Jalan Wijaya, Jakarta Selatan.
Tannos diajak Narogong untuk membicarakan proyek e-KTP.
"Saya ketemu Setya Novanto, saya kenalkan diri. Saya kasi kartu nama saya salah satu pelaksana e-KTP," kata Tannos saat bersaksi menggunakan teleconference dari Singapura di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Kamis (18/5/2017).
Baca: Pemenang Tender e-KTP Paulus Tannos Kabur ke Singapura Karena Berselisih Dengan Anak Tomy Winata
Baca: Paulus Tannos Akui Bersama Andi Narogong Pernah ke Rumah Setya Novanto Terkait KTP Elektronik
Dalam perkenalan tersebut Tannos hanya sendiri karena Andi Narogong baru datang sesudahnya karena alasan kemacetan lalu lintas.
"Setelah itu tiba-tiba ada telpon masuk ke Setya Novanto dan dia mohon diri. Saya tunggu di ruangan. Beberapa menit kemudian staf Setya Novanto minta dibuat janji lagi aja di kantornya. Saya kasih tahu Andi saya sudah ketemu Setya Novanto," beber Tannos.
Pertemuan kedua berlangsung benerapa hari kemudian di kantor Setya Novanto di Equity Bulding di kawasan Sudirman Central Business District, Jakarta. Andi Narogong juga ikut serta.
Sesampainya di sana, Tannos menunggu di ruang tunggu sementara Andi Narogong pergi mengambil dokumen.
Saaf Tannos ke luar, dia kemudian berpapasan dengan Setya Novanto.
"Saya bilang mau lanjutkan pembicaraan. Andi lagi ambil dokumen. Dia bilang 'saya buru-buru karena mau ke DPR," ungkap Tannos.
Dalam pertemuan singkat tersebut, Tannos hanya sempat menyampaikan mengenai tanggung jawab PT Sandipala pada proyek e-KTP.
PT Sandipala adalah satu anggota konsorsium Percetakan Negara Republik Indonesia (PNRI).
Salah satu tugasnya adalah menyediakan blanko KTP berbasis chip tersebut.
Berdasarkan hitungan Badan Pemeriksa Keuangan, negara rugi Rp 2,3 triliun dari anggaran Rp 5,9 triliun karena dirampok.