TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -
Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo (Jokowi) menyatakan sikapnya terkait isu bangkitnya Partai Komunis Indonesia (PKI).
Jokowi juga mengungkapkan jika konstitusi menjamin adanya hak berserikat dan berkumpul.
Namun jika ada yang melanggar konstitusi, akan "digebuk".
"Saya dilantik jadi Presiden yang saya pegang konstitusi, kehendak rakyat. Bukan yang lain-lain. Misalnya PKI nongol, gebuk saja. TAP MPR jelas soal larangan itu," ujar Jokowi saat bersilaturahmi dengan sejumlah pemimpin redaksi media massa di Istana Merdeka, Jakarta, Rabu (17/5/2017), dikutip dari Kompas.com.
Jokowi juga mengungkapkan jika organisasi yang bertentangan dengan Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika, dan NKRI tak bisa dibiarkan.
Pemerintah, tidak bakal ragu menindak organisasi-organisasi tersebut.
Penggebukan mereka yang melawan konstitusi tersebut menurut Jokowi adalah langkah penegakan hukum.
"Indonesia adalah negara demokrasi sekaligus negara hukum. Kalau ada keluar dari koridor itu, yang pas istilahnya ya digebuk," ujarnya.
Istilah "digebuk" yang pernah digunakan oleh Presiden Soeharto di akhir masa jabatannya ini sengaja dipilih Jokowi untuk menunjukkan ketegasan.
"Kalau dijewer, nanti dikatakan Presiden tidak tegas," ujarnya sambil tersenyum.
Namun, Jokowi menambahkan jika ketegasan tersebut diletakkan dalam nilai moral, etika dan keadaban bangsa.
Jokowi juga meminta kepada Kepala Polri untuk tegas bertindak.
"Jika ada bukti dan fakta, lakukan penegakan hukum. Jangan pakai hitung-hitungan lain selain penegakan hukum," ujar Jokowi.
Jokowi jengah dengan pengganggu persatuan
Sehari sebelumnya, Jokowi juga angkat bicara terkait fenomena yang mendera kesatuan Indonesia beberapa waktu terakhir ini.
Jokowi mengungkapkan pernyataannya tersebut dalam jumpa pers usai menerima sejumlah tokoh lintas agama di Istana Merdeka, Jakarta Pusat, Selasa (16/5/2017).
Dalam jumpa pers tersebut, Jokowi mengatakan jika dirinya telah memberikan tugas kepada Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo dan Kapolri Jenderal (Pol) Tito Karnavian untuk menindak tegas pengganggu persatuan.
"Saya juga sudah perintahkan Kapolri dan Panglima TNI untuk tidak ragu-ragu menindak tegas segala bentuk ucapan dan tindakan yang mengganggu persatuan dan persaudaraan, yang mengganggu NKRI dan Bhinneka Tunggal Ika, yang tidak sesuai dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945," kata Jokowi, dikutip dari Kompas.com.
Dalam jumpa pers tersebut, Jokowi juga didampingi sejumlah tokoh lintas agama, serta Panglima dan Kapolri.
Beberapa tokoh yang hadir antara lain adalah, Ketua Majelis Ulama Indonesia Ma'ruf Amin, Ketua Konferensi Waligereja Indonesia Ignatius Suryo Hardjoatmodjo, Ketua Persekutuan Gereja Indonesia Henriette T Hutabarat-Lebang.
Hadir pula Ketua Perwakilan Umat Budha Indonesia Hartati Murdaya, Ketua Umum Parisada Hindu Dharma Indonesia Wisnu Bawa Tenaya, dan Ketua Majelis Tinggi Agama Konghuchu Indonesia Uung Sendana L Linggarjati.
Ketua Umum PBNU dan Ketua PP Muhammadiyah juga diundang dalam acara tersebut.
Namun keduanya berhalangan, dan tidak dapat menghadiri acara tersebut.
Meski demikian, kedua ormas itu tetap mengirimkan kadernya sebagai perwakilan.
Dari PBNU, hadir Sekjen PBNU Helmy Faisal Zaini, sedangkan Muhammadiyah diwakili oleh Ketua Majelis Hukum dan HAM PP Muhammadiyah Syaiful Bakhri.
Jokowi juga meminta kepada masyarakat Indonesia agar menghentikan gesekan yang terjadi.
Lebih lanjut Jokowi menegaskan jika kebebasan berpendapat, berserikat dan berkumpul memang dijamin konstitusi.
Namun, kebebasan tersebut harus sesuai koridor hukum, Pancasila dan UUD 1945.
"Dan harus berada dalam bingkai negara kesatuan Republik Indonesia NKRI dan Bhinneka Tunggal Ika," kata Jokowi.
Dalam pertemuan tersebut, Jokowi lewat pidatonya juga menyatakan kegelisahan terkait kondisi persatuan bangsa saat ini.
Berikut pernyataan utuh Presiden Jokowi:
Saya baru saja bersilaturahmi dengan beliau-beliau, tokoh agama dari Majelis Ulama Indonesia, Nahdlatul Ulama, Muhammadiyah, Konferensi Wali Gereja Indonesia, Persekutuan Gereha Indonesia, perwakilan umat Buddha Indonesia, dari Hindu Dharma Indonesia dan majelis tinggi Konghucu Indonesia serta Panglima TNI dan Kapolri untuk membicarakan dinamika kebangsaan yang menjadi perhatian kita bersama.
Saya senang mendengar komitmen semua tokoh agama dan umatnya untuk terus menjaga terus mempertahankan dan terus memperkokoh Pancasila dan UUD 1945 dalam bingkai NKRI dan Bhinneka Tunggal Ika.
Saya senang dan berterima kasih mendengar komitmen semua umat beragama untuk terus menjaga persatuan, persaudaraan, perdamaian dan toleransi antarumat antarkelompok dan antargolongan.
Saya juga senang dan berterima kasih atas komitmen semua pihak untuk membangun demokrasi yang sehat dan mendukung penegakan hukum. Saya perlu tegaskan di sini bahwa kebebasan berpendapat, berserikat dan berkumpul itu dijamin oleh konstitusi kita.
Tapi saya juga perlu tegaskan bahwa kebebasan tersebut harus sejalan dengan koridor hukum. Harus sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945. Harus berada dalam bingkai NKRI dan Bhinneka Tunggal Ika.
Jikalaupun dalam beberapa waktu terakhir ini ada gesekan antarkelompok di masyarakat, mulai saat ini saya minta hal-hal tersebut, gesekan-gesekan tersebut, untuk segera dihentikan. Jangan saling menghujat.
Karena kita ini adalah saudara. Jangan saling menjelekan. Karena kita ini adalah saudara. Jangan saling memfitnah. Karena kita ini adalah bersaudara. Jangan saling menolak. Karena kita ini adalah saudara. Jangan kita saling mendemo. Habis energi kita untuk hal-hal yang tidak produktif seperti itu.
Kita adalah saudara. Saudara sebangsa dan setanah air. Saya juga telah perintahkan kepada Kapolri, kepada Panglima TNI untuk tidak ragu-ragu menindak tegas segala bentuk tindakan dan ucapan yang mengganggu persatuan dan persaudaraan. Yang mengganggu NKRI dan Bhinneka Tunggal Ika. Yang tidak sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945. Semoga Tuhan YME meridhai upaya kita bersama. (TribunWow.com/Fachri Sakti Nugroho)