TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mabes Polri mengklaim pihaknya sebenarnya tidak pernah kecolongan dalam menangani tindak pidana terorisme.
Polri hanya kekurangan instrumen yang menjadi pagar hukum untuk mengantisipasi tindakan teror.
Untuk itu, Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Polri, Inspektur Jenderal Setyo Wasisto mendukung revisi Undang-Undang Pemberantasan tindak pidana terorisme.
Setyo berharap undang-undang tersebut mampu menjawab kekosongan hukum dalam pencegahan terorisme.
"Kalau dibilang kok polisi kecolongan? Kita sudah tahu. Tapi ketika kita mau menjangkau tidak bisa memenuhi unsur hukum. Revisi ini kebutuhan. Kita tidak bisa menjangkau ketika mereka menjadi radikal belum ada aturannya," kata Setyo saat diskusi bertajuk 'Membedah Revisi Undang-Undang Antiterorisme' di Cikini, Jakarta, Sabtu (3/5/2017).
Setyo mengatakan selama ini Densus 88 tidak bisa memberikan tindakan ketika ada latihan militer yang dilakukan para terduga terorisme yang mengarah kepada tindakan teror.
Polri berharap Densus tidak lagi berbuat setelah ada tindakan teror namun bisa sebelum tindakan itu terjadi.
Lagi pula, kata Setyo, undang-undang yang ada saat ini sebelumnya adalah Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang ketika ada teror Bom Bali.
Perppu tersebut diterbitkan untuk mengejar para pelaku teror Bom Bali.
"Densus 88 sudah mempunyai orang-orang yang punya dan ada sejarah dengan terorisme. Tetapi ketika kita ingin menjangkau mereka, tidak ada payung hukum," kata Setyo.