TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Markas Besar Polisi Republik Indonesia sepakat pelibatan Tentara Nasional Indonesia dalam penanggulangan tindak pidana terorisme.
Pentingnya pelibatan TNI sudah terbukti dalam Operasi Tinombala saat menumpas gerakan separatis Mujahidin Indonesia Timur yang dipimpin Santoso.
"Kita sudah melihat di Operasi Tinombala di Poso, dimana 'beyond police capacity (di luar kapasitas polisi). Jadi kalau sudah melebihi kapasitas kemampuan kepolisian, TNI harus berperan di situ. Yang nembak Santoso itu siapa? Yang nembak Santoso itu TNI. Jadi, tidak ada masalah," kata Kepala Divisi Humas Polri Inspektur Jenderal Setyo Wasisto di Cikini, Jakarta, Sabtu (3/5/2017).
Walau demikian, pelibatan unsur TNI dalam revisi Undang-Undang Terorisme harus diatur secara jelas.
Misalnya kata dia, polisi tidak memiliki kemampuan mengejar teroris yang bersembunyi di gunung atau hutan. Nah, di wilayah tersebut, TNI dilibatkan.
"Contoh ini adalah kemampuan kepolisian di gunung dan hutan. Kita tidak punya kemampuan itu. Oleh karena itu kemampuan itu yang punya TNI, TNI yang bermain," kata dia.
Sekadar informasi, pembahasan Revisi Undang-Undang Antiterorisme kini menyisakan 45 Masalah daftar Investaris Masalah (DIM).
Pasal-pasal tersebut diklasifikasikan sebagai pasal-pasal yang kontroversial atau sensitif, termasuk mengenai pelibatan TNI.