Laporan Wartawan Tribunnews.com, Srihandriatmo Malau
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pancasila hanya ada satu, yakni yang termaktub dalam alinea ke empat Pembukaan Undang Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia 1945.
Proses kelahirannya pancasila dimulai tanggal 1 Juni 1945 lewat Pidato Bung Karno di depan sidang BPUPKI.
hal tersebut dikatakan Ketua Fraksi PDI Perjuangan MPR RI, Ahmad Basarah, saat menjadi pembicara seminar memperingati hari lahir Bung Karno di Kota Blitar, Senin (5/6/2017).
Setelah itu, pancasila berkembang menjadi naskah Piagam Djakarta tanggal 22 Juni 1945 oleh Panitia 9 hingga mencapai teks final pada 18 Agustus 1945 oleh PPKI.
Wakil Sekjen DPP PDIP tersebut mengingatkan berdasarkan fakta-fakta historis, dari keseluruhan dokumen-dokumen otentik Pancasila tersebut, Bung Karno memainkan peran yang amat penting.
"Mulai dari naskah Pancasila 1 Juni 1945 adalah pidato Bung Karno," kata Ahmad Basarah dalam keterangan yang diterima Tribunnews,com.
Menurutnya, Bung Karno adalah inisiator terbentuknya Panitia 9 dan menjadi Ketua Panitia 9 hingga pada teks final Pancasila oleh PPKI tanggal 18 Agustus 1945.
"Di mana Bung Karno juga adalah Ketua PPKI," ucapnya.
‎Jadi tegasnya, jangan salah paham, Piagam Jakarta yang diklaim sebagai miliknya kelompok Islam itu, pada awalnya karena inisiatif Bung Karno membentuk Panitia 9.
"Jadi tanpa ada inisiatif Bung Karno, tak akan ada piagam itu. Inisiatif Bung Karno membentuk Panitia 9 karena keinginan Bung Karno menjaga keseimbangan antara golongan Islam dan golongan Kebangsaan," kata Basarah.
Namun, setelah itu, datanglah Latuharhary anggota BPUPKI mempertanyakan hal itu kepada Mohammad Hatta.
Ia menanyakan eksisitensi warga negara Indonesia yang bukan beragama Islam dalam konsep negara soal Piagam Jakarta yang berdasarkan Syariat Islam itu.
Pertanyaan Latuharhary itu didiskusikan dengan tokoh bangsa saat itu, terutama dengan tokoh-tokoh Islam dari Muhammadiyah dan NU.
Berkat pendekatan Hatta tersebut akhirnya tujuh kata di belakang sila Ketuhanan dalam Piagam Jakarta tersebut berubah menjadi Ketuhanan Yang Maha Esa.
"Dengan demikian, Pancasila Itu adalah hasil ijtihad ulama saat itu yang mengutamakan sikap kenergarawanan dari pada kepentingan golongan dan itu adalah hadiah terbesar umat Islam kepada bangsa Indonesia," tegas Basarah.
Sehingga menurutnya, tidak perlu lagi ada pertentantangan dengan pancasila yang ada saat ini.
"Jadi kalau ada tokoh Islam saat ini mempersoalkan kembali Pancasila, dengan disebut produk kafir dan thogut, maka mereka dengan sadar telah menistakan ijtihad para alim ulama saat itu yang membentuk dan menyetujui Pancasila," jelasnya.
Lebih lanjut ia menjelaskan, kalau pancasila dianggap thogut dan kafir, padahal negara Pancasila sejak dilahirkan tahun 1945 lalu sudah melahirkan banyak kebijakan negara termasuk mensahkan perkawinan umat islam se Indonesia.
Jadi kalau pemerintahan Indonesia selama ini kafir dan haram maka jutaan keluarga muslim yang telah disahkan perkawinannya oleh negara adalah perkawinan haram.
"Apakah kita mau menjadi bangsa yang seperti itu," ujarnya.
Karena itu tegas dia, tidak ada mekanisme hukum apapun untuk dapat mengubah apalagi mengganti Pancasila.
Kecuali dengan cara revolusi politik dan atau membubarkan negara.
Lembaga MPR RI sebagai pembentuk konstitusi sekalipun, tidak dapat mengganti Pancasila.
Karena kewenangan MPR RI menurut Pasal 3 ayat (1) UUD 1945 hanyalah mengubah dan menetapkan Undang Undang dasar.
Sementara kedudukan Pancasila berada di atas Undang Undang Dasar.
"Sejak Pancasila ditetapkan sebagai dasar negara maka Pancasila sudah final. Bahkan MPR sekalipun tidak bisa mengubahnya sebagai dasar negara," katanya.