News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Korupsi KTP Elektronik

Terdakwa Korupsi e-KTP Sebut Akom Pernah Minta Bantuan Rp 1 Miliar

Editor: Dewi Agustina
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Terdakwa bekas Direktur Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil Kementerian Dalam Negeri, Irman (kanan)

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Dua terdakwa dalam kasus dugaan korupsi pengadaan Kartu Tanda Penduduk berbasis elektronik (e-KTP) Irman dan Sugiharto membongkar dugaan cawe-cawe mantan Ketua DPR RI Ade Komarudin.

Irman dan Sugiharto mengakui ada uang yang diberikan kepada politisi Partai Golkar tersebut.

Hal itu dikatakan keduanya saat memberikan keterangan sebagai terdakwa di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (12/6/2017).

Semula majelis hakim menanyakan, apakah Irman kenal dengan Ade Komarudin atau yang sering disapa Akom.

Menurut Irman, ia tidak hanya kenal dengan Ade Komarudin. Ia bahkan pernah memerintahkan anak buahnya untuk menyerahkan uang kepada Ade. Akom sempat meminta uang kepada Irman.

"Tidak mungkin lah saya kasih uang tanpa permintaan, mendingan saya kasih ke pesantren," kata Irman.

Menurut Irman, saat itu Akom meminta bantuan uang sebesar Rp 1 miliar. Irman kemudian menugaskan bawahannya, Sugiharto, untuk memberikan uang.

"Saya diskusi sama Pak Sugiharto. Dia bilang dia masih simpan uang yang dari Andi Narogong," kata Irman.

Menurut Sugiharto, saat itu ia menyuruh anak buahnya, Drajat Wisnu Setyawan, untuk mengantar uang kepada Ade Komarudin. Drajat merupakan Ketua Panitia Lelang dalam proyek pengadaan e-KTP.

Drajat sempat mengaku pernah mengantar uang ke Kompleks Rumah Dinas Anggota DPR RI di Kalibata, Jakarta Selatan. Uang yang ia bawa kemudian diserahkan kepada istri salah satu anggota DPR.

"Saya dibekali alamat di Komplek DPR di seberang rel, di Kalibata. Waktu itu dipesan untuk mengantarkan bungkusan," ujar Drajat kepada jaksa KPK saat bersaksi di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (20/4/2017) lalu.

Menurut Drajat, saat itu dia menjalankan perintah dari para terdakwa. Meski demikian, saat itu kedua terdakwa tidak menyebutkan nama anggota DPR yang akan diberikan uang. Ia hanya diberikan alamat rumah.

Sebelumnya, Akom menegaskan dirinya tak pernah menerima uang dari proyek e-KTP. Hal itu telah disampaikannya kepada KPK saat memenuhi panggilan sebagai saksi.

"Saya tidak pernah menerima uang dari Bapak Irman," kata Ade melalui keterangan tertulisnya, Kamis (9/3/2017) lalu.

Menurut jaksa KPK, uang kepada Ade Komaruddin diserahkan para terdakwa pada pertengahan 2013. Ade disebut menerima 100.000 dollar AS atau setara Rp 1,3 miliar.

Ketika itu, dia merupakan Sekretaris Fraksi Partai Golkar.

Hal itu terungkap dalam surat dakwaan jaksa KPK terhadap dua terdakwa mantan pejabat di Direktorat Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil Kementerian Dalam Negeri, Irman dan Sugiharto.

Ade menegaskan dirinya sejak awal tak terlibat dalam proyek e-KTP, baik dalam hal perencanaan hingga penentuan anggaran dan pelaksanaan proyek.

"Hal ini wajar karena kapasitas saya saat itu sebagai Sekretaris Fraksi, bukan Ketua Fraksi dan bukan juga sebagai pimpinan atau anggota Komisi II," ucapnya.

Selain membuka dugaan keterlibatan Akom, Irman dan Sugiharto membeberkan informasi terkait Marzuki Alie.

Keduanya kompak menyebut, Marzuki Alie saat menjabat Ketua DPR meradang lantaran mendapat bagian yang kecil di proyek pengadaan e-KTP.

"Marah mungkin karena merasa bagiannya tidak sesuai," ujar Irman.

Baca: Rizieq Dapat Visa Unlimited, Ditjen Imigrasi: Tak Ada Visa yang Tidak Punya Masa Kedaluwarsa

Irman mengakui adanya catatan berisi rencana penyerahan uang kepada sejumlah anggota DPR RI.

Menurut Irman, saat itu Sugiharto yang merupakan bawahannya, memperlihatkan secarik kertas berisi catatan yang diberikan oleh pengusaha Andi Agustinus alias Andi Narogong.

Catatan itu berisi rencana penyaluran uang kepada sejumlah nama. Beberapa di antaranya adalah Setya Novanto dan Marzuki Alie.

Dalam catatan tersebut, tertulis bahwa Marzuki Alie yang diberi inisial MA, akan mendapat jatah Rp 20 miliar. Dana tersebut akan disediakan oleh pengusaha pelaksana proyek e-KTP.

Jaksa KPK kemudian menanyakan, apakah kemarahan Marzuki tersebut karena jumlah uang yang akan diberikan tidak sesuai keinginan.

"Iya, mungkin tidak jadi sejumlah itu. Mungkin marah-marah, kok bagiannya kecil," kata Irman.

Menurut Sugiharto, ia mendapat informasi tersebut dari pengusaha Andi Agustinus alias Andi Narogong.

Irman juga mengakui adanya catatan berisi rencana penyerahan uang kepada sejumlah anggota DPR RI. Beberapa di antaranya adalah Setya Novanto dan sejumlah partai politik.

"Setelah saya ketemu Sugiharto lebih lengkapnya ada catatan total Rp 520 miliar," ujar Irman kepada majelis hakim.

Menurut Irman, catatan tersebut merinci secara detil rencana pemberian uang. Pertama, inisial K yang berarti "kuning". Inisial tersebut untuk Partai Golkar sebesar Rp 150 miliar.

Kemudian, inisial B berarti "biru", menandakan untuk Partai Demokrat sebesar Rp 150 miliar.

Selanjutnya, M untuk "merah", yang melambangkan PDI Perjuangan sebesar Rp 80 miliar.

Kemudian, MA berarti Marzuki Alie, yakni sebesar Rp 20 miliar. Kemudian, AU yaitu Anas Urbaningrum sebesar Rp 20 miliar.

Kemudian, CH yaitu Chairuman Harahap yang disebut mendapatkan Rp 20 miliar.

Selain itu, ada inisial LN yang dimaksud adalah partai-partai lain, yakni sebesar Rp 80 miliar.

Menurut Irman, uang-uang itu akan disediakan oleh pengusaha peserta konsorsium e-KTP. Pemberian dilakukan melalui Andi Narogong.

Menyangkut Chairuman Harahap, Irman mengaku, suatu saat sebelum dilakukan rapat dengar pendapat antara Kementerian Dalam Negeri dan Komisi II DPR, politisi Partai Golkar itu menghampirinya dan menanyakan soal uang.

"Pak Chairuman tanya, 'Pak Irman, ini kawan-kawan mau reses, bagaimana?" kata Irman kepada majelis hakim.

Selanjutnya, Irman mengatakan bahwa ia tidak mengurusi soal bagi-bagi uang. Irman kemudian meminta agar Chairuman menghubungi pengusaha Andi Agustinus alias Andi Narogong.

Pada pertemuan sebelumnya, Irman telah diberitahu oleh Ketua Komisi II DPR sebelumnya, Burhanuddin Napitupulu, bahwa yang akan menyediakan uang untuk anggota DPR adalah Andi Narogong.

Hal itu juga telah ditekankan oleh Sekretaris Jenderal Kementerian Dalam Negeri, Diah Anggraini.

Dalam surat dakwaan, Chairuman Harahap disebut diperkaya sebesar 584.000 dollar AS dan Rp 26 miliar dalam proyek e-KTP senilai Rp 5,9 triliun itu.

Mantan Bendahara Umum Partai Demokrat, Muhammad Nazaruddin, menyebut bahwa Chairuman berperan banyak dalam meloloskan anggaran e-KTP di DPR.

Chairuman juga beberapa kali meminta uang melalui anggota DPR dan langsung kepada pengusaha Andi Agustinus alias Andi Narogong. (kps/dit/rik)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini