TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ada permintaan Presiden Joko Widodo (Jokowi) bersikap tegas menolak hak angket DPR terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Karena sebagai Kepala Negara, menurut pegiat antikorupsi, Hendrik Rosdinar, Jokowi harus menunjukkan dukungannya terhadap pemberantasan korupsi.
"Presiden harus hadir memimpin langsung pemberantasan korupsi," kata Manajer Advokasi Aliansi Masyarakat Sipil untuk Demokrasi (YAPPIKA) ini kepada Tribunnews.com, Kamis (15/6/2017).
Dukungan terhadap KPK dan Lembaga Penegak Hukum lainnya dalam pemberantasan korupsi merupakan bukti konkret yang harus ditunjukkan Presiden kepada publik, menurut pegiat antikorupsi ini.
Karena tegas dia, Presiden tidak bisa membiarkan pelemahan pemberantasan korupsi oleh oligarki, kecuali Presiden menjadi bagian dari itu.
Selain itu imbuhnya, secara politis, dukungan terhadap KPK akan sangat bermanfaat untuk Presiden, citra positif di hadapan publik sebagai sosok yang bersih akan terus terjaga.
"Sehingga jika sikap Jokowi justru sebaliknya, maka publik tentu juga akan bersikap sebaliknya," katanya.
Lebih lanjut ia melihat tak lain dan tak bukan hak angket dekat dengan niat untuk melemahkan KPK dan pemberantasan korupsi.
"Para politisi di Senayan takut melihat KPK kuat karena bisa mengancam "akses mereka terhadap sumber daya"," ujarnya.
"Saya rasa bukan hanya KPK, lembaga penegak hukum yang lain juga akan menjadi sasaran pelemahan oleh DPR jika dianggap menghambat "pesta pora mereka," katanya.
Angket DPR juga mengonfirmasi bahwa para politisi ini tak memahami betul bagaimana menggunakan haknya untuk kepentingan publik.
Kepentingan publik adalah pemerintahan yang bersih dari korupsi, dan KPK hadir untuk itu.
"Sehingga ketika angket KPK digulirkan, maka itu artinya kepentingan publik (pemilih) telah dikhianati," ujarnya.