Gatot menambahkan TNI sudah siap ikut menangkal terorisme tersebut. Langkah yang bisa dilakukan TNI yaitu mengawasi pergerakan ISIS di 16 titik tersebut.
"Ini yang harus sama-sama kita waspadai bersama," jelas Gatot.
Sedang Menteri Pertahanan (Menhan) Ryamizard Ryacudu tak setuju penerapan status siaga 1 di kawasan Sulawesi Utara seperti disebut Gubernur Olley Dondokambey.
"Belum dulu lah (status siaga 1). Saya mengerti masalah ISIS. Saya dapat informasi dari mana-mana, jadi belum dulu (siaga satu). Waspada boleh-boleh saja, tapi nggak usah pakai siaga-siagaan," ujar Ryamizard di Kantor Kementerian Pertahanan, Jakarta, Kamis (15/6/2017).
Ia mengakui potensi konflik di Filipina Selatan bisa merembet sampai ke Indonesia. Satu di antara faktornya yaitu lokasi konflik relatif tidak jauh dengan wilayah Indonesia di Sulawesi Utara.
Menhan mengaku sudah membaca potensi konflik terbuka antara kelompok pendukung ISIS dengan militer Filipina --seperti yang saat ini terjadi di Marawi--sejak satu setengah tahun lalu.
"Saya sudah bilang akan datang (konflik), ternyata datang kan," ujarnya.
Pemerintah Indonesia dan sejumlah pemerintah dari negara lain yang bertetanggaan dengan Filipina, sudah sejak tahun lalu menyepakati kerja sama untuk mengantisipasi meluasnya konflik di Filipina Selatan.
Musuh Bersama
Gubernur Sulawesi Utara Olly Dondokambey. sudah mengumumkan status siaga satu di wilayahnya.
Menurut Olly, aparat TNI dan Polri juga sudah meningkatkan kekuatannya di wilayah Sulawesi Utara. Selain itu, patroli di perbatasan juga sudah ditingkatkan.
Ryamizard menambahkan lima menteri pertahanan dari lima negara siap berkumpul di Tarakan, Kalimantan Utara, pada 19 Juni 2017 untuk membahas persoalan ISIS di Marawi.
"Saya bersama menteri pertahanan Malaysia, Filipina, Singapura, dan Brunei akan berkumpul di Tarakan, membahas perkembangan ISIS. Pertemuan ini dilakukan agar mereka tahu, kalau ada apa-apa kita sudah siap," kata Ryamizard.
Terkait terorisme Ryamizard Ryacudu menegaskan pelibatan TNI sangat lah penting sehingga revisi Undang-undang Nomor 15 Tahun 2003 perlu segera dirampungkan.
"Iya dong, Tapi kan ada eskalasinya. Kapan polisi harus turun, tapi kalau sudah menggunakan alat perang ya tentara lah yang perang. Kalau kita menyuruh polisi yang perang namanya melanggar HAM," kata Menhan.
Ia mempertanyakan perdebatan panjang yang terjadi seputar pembahasan revisi undang-undang tersebut.
"Yang pasti sudah kelihatan teroris ngebom sana sini, kok masih saja diskusi," ujar Ryamizard.
Ia mengaku heran terhadap pihak yang memperdebatkan soal pelibatan TNI dalam pemberantasan terorisme.
"Yang namanya teroris itu musuh bersama. Jadi semuanya berhak (menangani bersama) jangan situ-situ saja. Memangnya bisa? Ya nggak bisa. Harus dihadapi bersama," katanya. (tribunnetwork/rek/jar)