News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Korupsi Alat Kesehatan

Tuntutan Delapan Tahun untuk Ratu Atut, Rano Karno Kecipratan Rp 700 Juta

Penulis: Eri Komar Sinaga
Editor: Dewi Agustina
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

MENDENGARKAN SAKSI - Terdakwa kasus korupsi pengadaan alat kesehatan RS Rujukan Pemerintah Provinsi Banten Atut Chosiyah (kanan) mendengarkan keterangan saksi dalam sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (15/3). Dalam sidang tersebut, saksi menyebutkan Rano Karno menerima uang Rp 700 juta lewat ajudannya. Warta Kota/henry lopulalan

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ratu Atut Choisiyah dituntut pidana penjara delapan tahun dan denda Rp 250 juta subsidair enam bulan kurungan.

Menurut Jaksa, Ratu Atut dinilai terbukti melakukan perbuatan korupsi secara bersama-sama terkait pengadaan alat kesehatan Rumah Sakit Rujukan Provinsi Banten.

Mantan Gubernur Banten ini juga dituntut membayar uang pengganti sebesar Rp 3.859.000.000.

"Menghukum terdakwa membayar uang pengganti Rp 3.859.000.000 yang diperhitungkan dari seluruh uang yang telah dikembalikan terdakwa ke negara sejumlah Rp 3.859.000.000," kata Jaksa Penuntut Umum KPK Budi Nugraha membacakan surat tuntutan di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Jumat (16/6/2017).

Menurut Budi Nugraha, uang tersebut sebelumnya telah dikembalikan oleh Ratu Atut kepada negara melalui rekening KPK secara bertahap sejak pertengahan 2015.

"Bahwa pada uang tersebut dengan total Rp 3.859.000.000 dirampas untuk negara," kata jaksa KPK.

Dalam kasus ini, Ratu Atut dinilai terbukti melanggar Pasal 3 jo Pasal 18 UU Nomor 31/1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Selain itu, Ratu Atut juga dinilai terbukti secara melanggar dakwaan kedua alternatif pertama, Pasal 12 huruf e UU Nomor 31/1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Ratu Atut Chosiyah didakwa merugikan keuangan negara Rp 79.789.124.106,35 dan memperkaya diri sendiri sebesar Rp 3.859.000.000.

Jaksa KPK dalam pertimbangannya menilai perbuatan Atut sebagai pejabat negara tidak mendukung pemerintah dalam pemberantasan korupsi.

Atut juga dinilai telah turut serta menikmati dan menerima uang serta fasilitas yang didapatkan dari korupsi.

Dalam pembacaan tuntutan, bekas Gubernur Banten Rano Karno juga disebut turut menikmati uang hasil korupsi pengadaan alat kesehatan di Rumah Sakit Rujukan Provinsi Banten tahun anggaran 2012 dengan terdakwa Ratu Atut Chosiyah.

Baca: Mabes Polri Sebut Hary Tanoe Masih Saksi, Jaksa Agung Sudah Tetapkan Jadi Tersangka

Rano Karno disebut kecipratan uang Rp 700 juta. Uang tersebut diterima Rano Karno berasal dari Yuni Astuti yang diperintahkan oleh Dadang Prijatna atas sepengetahuan Tubagus Chaeri Wardana, adik Ratu Atut.

"Akibat perbuatan terdakwa bersama-sama Tubagus Chaeri Wardana juga telah menguntungkan orang lain yakni Rano Karno sebesar Rp 700.000.000," kata Jaksa Penuntut Umum KPK Budi Nugraha.

Selain Rano Karno, para penerima uang antara lain Djaja Buddy Suhardjo Rp 240 juta, Ajat Drajat Ahmad Putra Rp 295 juta, Jana Sunawati Rp 134 juta, dan lain-lain.

Selain itu, Ratu Atut juga dinilai terbukti secara melanggar dakwaan kedua alternatif pertama, Pasal 12 huruf e UU Nomor 31/1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Ratu Atut Chosiyah didakwa merugikan keuangan negara Rp 79.789.124.106,35 dan memperkaya diri sendiri sebesar Rp 3.859.000.000.

Pada persidangan sebelumnya, di bulan Maret lalu terungkap, Atut Chosiyah, pernah memerintahkan bawahannya membakar sejumlah dokumen terkait pengadaan alat kesehatan di Dinas Kesehatan Provinsi Banten.

Ini diakui mantan Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Banten, Djadja Buddy Suhardja, saat bersaksi di Pengadilan Tipikor ketika itu.

"Terus terang saja, waktu di Dinas, saya diminta untuk memusnahkan dokumen. Waktu itu ada beberapa kepala dinas, ada 6 orang kalau tidak salah yang hadir," kata Djadja kepada jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Dalam surat dakwaan, Atut pernah melakukan pertemuan di ruang rapat Gubernur Banten. Pertemuan itu dihadiri Djadja dan dua kepala dinas lainnya.

Dalam pertemuan itu, Atut meminta dokumen-dokumen yang dianggap membahayakan agar diamankan, sambil mengancam akan melaporkan bawahannya kepada penegak hukum.

Menurut jaksa KPK, pertemuan itu dilakukan saat Atut diduga terkait dengan kasus suap terkait sengketa pilkada yang melibatkan Ketua Mahkamah Konstitusi, Akil Mochtar.

Saat itu, Atut telah dicegah agar tidak bepergian ke luar negeri oleh KPK.

Penasehat hukum Ratu Atut, TB Sukatna mengatakan Jaksa Penuntut Umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi menjatuhkan tuntutan tanpa mendasarkan pada fakta-fakta persidangan sebelumnya.

"Menurut kami tuntuan itu banyak menyimpang dari fakta-fakta persidangan. Di antaranya misalkan berkaitan Alkes. Alkes itu sendiri baik proses penganggaran dan pengadaannya, itu seluruhnya, Bu Atut sama sekali enggak tahu," kata Sukatna usai persidangan.

Menurut Sukatna, Ratu Atut juga tidak mengetahui mengenai tindakan-tindakan yang dilakukan adiknya Tubagus Chaeri Wardana terkait pengadaan alat kesehatan di Rumah Sakit Rujukan Provinsi Banten tahun anggaran 2012.

Sukatna juga mengatakan kliennya tidak terbukti terlibat pemerasan terhadap para kepala dinas. Kata Sukatna, itu semua dilakukan atas inisiatif dari staf ataupun ajudan dari Ratu Atut.

"Tidak diketahui terdakwa karena itu inisiatif daripada stafnya untuk meminta bantuan-bantuan dalam rangka istigosah. Nah ketika itu terdakwa sedang sakit, tidak cukup 'interest' (tertarik) untuk memikirkan hal-hal seperti itu. itu ajudan-ajudannya saja yang berinisiatif, bukan inisiatif daripada terdakwa," ujar Sukatna. (tribun/eri/kcm)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini