TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pelaku penusukan dua anggota Brimob di Masjid Falatehan, Mulyadi ditengarai menggunakan kartu tanda penduduk (KTP) palsu.
Ketua Rukun Tetangga Pagaulan RT 012 RW 005 Kel Suka Resmi Kecamatan Cikarang Selatan, Kabupaten Bekasi, Sugiarto tidak mengenal Mulyadi.
"Benar memang di sini ada warga namanya Mulyadi. Tapi yang saya lihat di televisi bukan warga saya," ujar Sugiarto kepada Tribun, Senin (3/7/2017).
Sugiarto mengaku telah menjabat sebagai Ketua RT selama empat tahun. Dalam jangka waktu tersebut dia tidak pernah menemui warga yang mirip dengan Mulyadi, pelaku penusukan dua anggota Brimob di Masjid Falatehan.
Kendati demikian, Sugiarto mengamini ada dua warganya yang bernama Mulyadi. Sosok Mulyadi pertama diketahui sedang dipidana di LP Bekasi terkait narkoba.
Sedangkan Mulyadi lainnya masih tinggal di daerah sekitar.
"Di sini adanya Mulyadi LP dan Mulyadi pemancingan," tambah Sugiarto.
Sementara itu menurut warga setempat, Husna, dirinya tidak mengenal Mulyadi yang menjadi pelaku penusukan Brimob.
"Ada sih Pak Mulyadi tapi sudah tua, punya bengkel di depan," jelas Husna.
Ketika Tribun menyambangi rumah Mulyadi, seorang perempuan keluar dan menjelaskan bahwa pria yang dimaksud sedang keluar.
"Tidak ada orangnya, dia sedang pergi sama anaknya," ujar perempuan yang tidak ingin disebutkan namanya tersebut.
Kejadian penusukan berawal pada pukul 19.30 WIB usai salat isya di Masjid Falatehan, samping lapangan Bhayangkara Mabes Polri.
Penusukan dilakukan terhadap AKP Dede dan Briptu Saiful Bahri dari kesatuan Sat Brimob Mabes Polri.
Keduanya terkena tusukan di bagian leher dan wajah usai menjalani salat berjamaah.
AKP Dede dan Briptu Saiful yang tengah bersalaman dengan para jamaah, tiba-tiba diserang pelaku yang juga ikut bersalaman.
Sangkur yang dibawa pelaku ditebas secara membabi buta seraya meneriakkan kafir.
Setelah melukai korban, pelaku sempat melarikan diri ke arah Blok M Square. Namun berkat kesigapan anggota Brimob yang lain yang tidak jauh dari mesjid, pelaku lalu dikejar.
Pelaku bukannya menyerah malah berbalik mengancam akan menyerang dengan sangkur. Akhirnya dilakukan penembakan dan pelaku tewas di tempat.
Kepala Divisi Humas Polri Irjen Setyo Wasisto mengatakan, meski terpengaruh dengan ajaran ISIS dan menjadi simpatisan, Mulyadi bukan anggota jaringan teroris tertentu.
"Dia sementara masih lone wolf. Karena sudah kita cek dari hubungan baik secara fisik maupun komunikasi, dia tidak ada, belum didapat adanya jaringan," ujar Setyo di kompleks Mabes Polri, Jakarta.
Setyo mengatakan, sejumlah saksi menyatakan pelaku memiliki ketertarikan dengan kelompok ISIS.
Mulyadi menganggap apa yang diajarkan pimpinan ISIS adalah kebenaran, termasuk menyerang anggota polisi yang dianggap bawahan pemerintah yang thogut.
"Setiap ketemu dengan temannya, kakaknya, dia selalu mengatakan ISIS itu baik, khilafah itu baik, dan dia terus menyampaikan itu," kata Setyo.
Mulyadi juga kerap asyik sendiri dengan ponselnya. Polisi menduga ia terpapar pemikiran ISIS karena kerap membuka konten radikal di media sosial. Ia juga bergabung dengan grup radikal di aplikasi Telegram.
"Dia terkontaminasi dengan konten-konten media sosial yang radikal," kata Setyo.
Dari hasil pemeriksaan kakak ipar Mulyadi, Hendriyanto, diketahui pelaku membeli sebuah sangkur melalui toko online sekitar tiga bulan lalu.
Namun, saat itu Hendriyanto tidak mengetahui untuk apa pembelian sangkur tersebut.
"Dia juga pamit pulang kampung. Menemui temannya di Jakarta ternyata melakukan penikaman anggota (Polri) di masjid," kata Setyo. (fahdi/kps)