TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Yayasan Penelitian Korban Pembunuhan 1965 (YPKP 65) Bedjo Untung sempat menceritakan kisahnya saat harus menjalani siksaan akibat dituduh memiliki afiliasi dengan Partai Komunis Indonesia (PKI) pada masa orde baru lalu.
Bedjo Untung dan YPKP 65 baru saja menerima penghargaan dari The Truth Foundatian South Korea karena fokusnya dalam membela hak hukum bagi korban kejatan kemanusiaan 1965.
Bedjo Untung dituduh memiliki afiliasi dengan PKI melalui sang ayah yang merupakan seorang guru.
"Ayah saya merupakan guru dituduh berhubungan dengan PKI, lalu saya menjadi anggota Pelajar Islam Indonesia (PII) dan Ikatan Pemuda Pelajar Indonesia yang dituduh berafiliasi dengan PKI, padahal tidak."
"Ayah saya ditangkap, saya hidup dalam pelarian selama lima tahun sebelum ditangkap dan dipenjara sampai 1970," jelasnya saat ditemui di Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Jalan Diponegoro, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (5/7/2017).
Baca: Soal Isu Kebangkitan PKI, Jokowi: Tunjukkan di Mana, Akan Saya Gebuk!
Di dalam penjara di Salemba, Bedjo mengaku mendapat siksaan disetrum, makanan yang tidak layak hingga dirinya mengalami penyakit kekurangan gizi sampai tidak bisa berjalan.
Dalam kondisi tersebut ia kemudian diharuskan menjalani kerja paksa di Tangerang.
"Di sana saya terpaksa memakan daging tikus dan daging ular serta daun-daunan sekedar untuk mengisi perut," tegasnya.
Melalui penghargaan itu Bedjo berharap akan ada semangat baru bagi korban kejahatan kemanusiaan 1965 dalam membela hak hidupnya.
"Penghargaan itu merupakan semangat baru bagi kami untuk mendapat hak hidup termasuk hak hukum yang sama dengan warga negara yang lain. Kami hanya ingin tahu apa salah kami, karena kami mendapat hukuman tanpa melalui proses peradilan," pungkasnya.