Laporan Wartawan Tribunnews.com, Wahyu Aji
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) menolak terbitnya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) nomor 2 tahun 2017 tentang perubahan atas UU nomor 17 tahun 2013 tentang organisasi kemasyarakatan yang dikeluarkan pemerintah.
HTI menyebut, substansi Perppu tersebut menunjukkan pemerintahan mengarah ke rezim diktator.
"Terlihat ada usaha pemerintah melabeli negatif lalu memonsterisasi dan membuat seolah-oah Islam menakutkan. Ini ibarat menghantam mayoritas tubuh kita," kata Juru Bicara HTI Muhammad Ismail Yusanto di Kantor DPP HTI, Tebet, Jakarta Selatan, Rabu (12/7/2017) malam.
Menurutnya, pokok-pokok Perppu yang menunjukkan pemerintah bertindak otoriter di antaranya penghilangan proses pengadilan dalam mekanisme pembubaran ormas. Ketentuan itu sebelumnya diatur dalam Pasal 61 UU Ormas.
Kedua, munculnya pasal-pasal karet dalam Perppu itu. Semisal larangan melakukan tindakan permusuhan terhadap SARA Pasal 59-3. Serta, larangan penyebaran paham lain yang dianggap bakal mengganggu Pancasila dan UUD 1945 pada pasal 59-4.
Terakhir, aturan memidanakan pengurus dan anggota ormas yang dibubarkan. Hal itu tercantum dalam Pasal 82-a.
"Perppu ini menganut prinsip kejahatan asosiasi dalam mengadili pikiran dan keyakinan, sesuatu yang selama ini justru ditolak," kata Ismail.
Sebelumnya, Pemerintah resmi menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) nomor 2 tahun 2017 tentang perubahan atas UU nomor 17 tahun 2013 tentang organisasi kemasyarakatan. Perppu tersebut ditandatangani 10 Juli 2017.
Pemerintah memandang perlu mengeluarkan Perppu nomor 2 tahun 2017 ini pada 10 Juli 2017. Artinya sudah dikeluarkan dua hari lalu," ujar Menko Polhukam Wiranto di kantornya, Rabu (12/7/2017).