TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Permasalahan tata kelola sampah selalu menjadi hal yang terus dibicarakan karena merupakan perkara yang tidak mudah.
Seiring dengan pertumbuhan ekonomi sebuah negara, maka kompleksitas permasalahan sampah di dalamnya pun menjadi semakin rumit. Indonesia bahkan disebut-sebut tengah memasuki fase yang dinamai darurat sampah.
Ketua GREENERATION, Mohamad Bijaksana Junerosano mengatakan permasalahan sampah di Indonesia membutuhkan pengaturan peran antar lembaga pemerintah, swasta dan masyarakat pada setiap siklus tahapannya, dimulai dari pembatasan timbulan, pendauran ulang,pemanfaatan kembali hingga penanganannya, yang meliputi pemilahan, pengumpulan, pengangkutan, pengolahan dan pemrosesan akhir.
"Semua mempunyai fokus berbeda sesuai dengan perannya masing-masing. Namun pemerintah sebagai koordinator dan pembuat kebijakan harus dapat memetakannya secara holistik agar dapat menghasilkan kebijakan yang terintegrasi,"kata Junerosano dalam pernyataan persnya, Kamis(13/7/2017).
Sinta Kaniawati, Anggota PRAISE(Packaging and Recycling Alliance for Indonesia Sustainable Environment) menjelaskan bahwa faktor kunci dalam melahirkan solusi pengelolaan sampah, seperti halnya plastik bekas produk kemasan, terletak pada sinergi semua stakeholder untuk ikut terlibat dalam membangun tata kelola persampahan yang terintergrasi dan berkelanjutan.
Salah satu pendekatan yang harus dikembangkan lanjut Sinta adalah pengelolaan berkelanjutan melalui pendekatan Circular Economy (ekonomi melingkar), yang pada intinya bagaimana mengubah cara pandang terhadap plastik kemasan bekas pakai, tidak sebagai sampah, namun sebagai sebuah komoditas yang berpotensi untuk dikembangkan.
Menurut Sinta, melalui pendekatan Circular Economy maka material kemasan bekas pakai, seperti halnya plastik kemasan, dapat terus dipertahankan nilainya serta dimaksimalkan penggunaannya melalui proses daur ulang (re-cyling), penggunaan kembali (re-use) ataupun produksi ulang (re-manufacture), sehingga selain menciptakan rantai ekonomi baru, juga akan meminimalisir beban lingkungan ke alam seperti tempat pembuangan akhir (TPA) atau bahkan lautan.
“Kita sering kali terjebak pada penyederhanaan masalah sampah, sehingga berujung pada solusi yang tidak terintegrasi dan bersifat sesaat. Terkait sampah plastik kemasan misalnya, rantai proses-nya cukup panjang dan merupakan hubungan sebab akibat yang kompleks. Dari sisi aktor yang terlibat, ada industri bahan baku dan industri pengguna kemasan, retailer, konsumen, hingga Industri daur ulang dan pengguna bahan daur ulang,"kata Sinta.
Circular Economy pada akhirnya kata Sinta tidak hanya berbicara soal nilai tambah bagi penyelamatan lingkungan, namun juga memiliki penciptaan nilai tambah ekonomi baru dan juga nilai tambah sosial, seperti halnya pemberdayaan masyarakat.
"Karena itu, jika diimplementasikan, maka menjadi sebuah solusi yang berkelanjutan,”ujar Sinta.
Circular Economy merupakan sebuah upaya kolaboratif, karenanya harus melibatkan peran dan fungsi setiap pemanggu kepentingan persampahan. Hal ini jugalah yang menjadi salah satu fokus PRAISE sebagai sebuah aliansi untuk dapat menjadi mitra pemerintah dalam memetakan pengelolaan sampah melalui kerangka kerja Tanggung Jawab Para Pihak yang Diperluas Extended Stakeholder Responsibility (ESR).
ESR framework merupakan konsep kerangka kerja holistik dan terintegrasi untuk pengelolaan sampah di Indonesia yang mencoba mengindentifikasi fungsi dan peran semua pihak yang bersentuhan dengan permasalahan sampah dan mensinergikannya sebagai sebuah solusi yang efektif dan berkelanjutan.
Sinta memandang ada enam hal yang menjadi krusial dalam upaya menghasilkan sebuah kerangka kerja yang terintegrasi yakni penguatan kelembagaan persampahan nasional untuk memastikan sinergi dan kolaborasi para pihak, adanya roadmap yang diawali dengan pemodelan penerapan kerangka kerja ESR di tingkat kabupaten/kota, adanya insentif dan pengakuan bagi para pihak yang menerapkan kerangka kerja ESR.
Kemudian, penegakan hukum (law enforcement) ditambah adanya dukungan kampanye publik yang masif untuk pengelolaan sampah berkelanjutan serta penguatan database sampah nasional yang terintegrasi dan terkini.
Dalam UU Nomor 18 tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah juga telah disebutkan bahwa selain didasarkan pada asas tanggung jawab, asas berkelanjutan, asas manfaat, asas kesadaran, asas keselamatan, asas keamanan, dan asas nilai ekonomi, pengelolaan sampah juga harus didasarkan pada asas keadilan dan asas kebersamaan.
”Hal ini menjadi landasan penting untuk selalu menempatkan pemerintah, swasta dan masyarakat sebagai aktor utama sesuai peran dan fungsinya masing-masing,"kata Sinta.