Laporan Wartawan Tribunnews.com, Nurmulia Rekso Purnomo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah berencana menggalakkan lagi program sistem keamanan lingkungan (siskamling), untuk mengantisipasi aksi kelompok penebar teror.
Tapi apakah mungkin masyarakat yang bertanggungjawab terhadap keamanan di lingkungannya, bisa mengantisipasi para pelaku teror?
Menurut pengamat terorisme, Ridlwan Habib, tidak bisa jika masyarakat diadu dengan kelompok penebar teror.
Ia percaya kebijakan siskamling untuk mengantisipasi teroris, hanya bertujuan membangkitkan kesadaran masyarakat atas keamanan di wilayahnya masing-masing, sehingga para pelaku teror berpikir dua kali untuk datang.
"Cuma untuk efek gentar saja, jadi orang-orang di luar wilayah itu akan sungkan datang, jika memang niatnya jahat," ujarnya saat dihubungi.
Sejatinya para pelaku teror jika memang niatnya jahat, mereka akan mencoba untuk sedapat mungkin tidak menarik perhatian. Mereka tidak akan membawa atribut-atribut yang bisa membuat mereka mudah dikenali. Seperti pada kasus-kasus yang terjadi selama ini, mereka diketahui berpakaian seperti layaknya orang biasa.
"Mereka justru penampilannya semoderen mungkin, senetral mungkin," katanya.
Yang harus dihindari dari digalakannya kembali siskamling, adalah konflik antar kelompok masyarakat. Ridlwan Habib mengimbau pemerintah mengantisipasi terjadinya persekusi terhadap kelompok tertentu, yang atributnya sering disalah artikan dengan kelompok penebar teror.
Semua peserta siskamling juga tidak boleh melakukan aksi-aksi polisionil, dan mereka juga harus sadar bahwa yang berhap melakukan penegakan hukum adalah aparat yang didukung oleh undang-undang. Dengan demikian semua kegiatan pengamanan yang dilakukan secara swadaya itu, tidak justru memancing konflik.
"Siskamling harus proporsional, tidak serta merta melakukan tindakan sendiri, misal seseorang penampilannya dianggap atau dicurigai sebagai teroris, lalu diambil tindakan main hakim sendiri," katanya.