TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah divonis 5,5 tahun penjara oleh majelis hakim pada Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (20/7/2017).
Atut juga diwajibkan membayar denda Rp 250 juta subsider 3 bulan kurungan.
Atas putusan tersebut, Pimpinan Pemuda Muhammadiyah menilai vonis terhadap Atut masih ringan.
"Tentu hukuman ini masih ringan dari efek perbuatan korupsi yang dilakukan oleh oleh Atut dan dinastinya," ujar Wakil Direktur Madrasah Anti Korupsi Pemuda Muhammadiyah Virgo Sulianto Gohardi kepada Tribunnews.com, Kamis (20/7/2017).
Karena menurutnya, kerugian pembangunan Banten dan ketertinggalan masyarakat Banten tentu semestinya bisa dikonversi menjadi beban perdata berupa social cost dengan menarik selruh kekayaan Atut untuk kepentingan Banten serta mencabut hak politik.
Vonis ini juga imbuhnya, belum memberikan efek jera.
"Lebih-lebih masih ada dugaan keterlibatan anggota dinasti Atut yang lain dalam kasus korupsi Atut yang belum terbongkar," tegasnya.
Dalam pertimbangannya, majelis hakim menilai perbuatan Atut tidak mendukung pemerintah dalam memberantas korupsi. Meski demikian, Atut bersikap sopan selama persidangan, mau mengakui perbuatan dan telah mengembalikan uang Rp 3,8 miliar.
Hukuman itu lebih ringan dari tuntutan jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang menuntut agar Atut dijatuhi hukuman 8 tahun penjara.
Menurut hakim, Atut terbukti merugikan negara sebesar Rp 79,7 miliar dalam pengadaan alat kesehatan di Provinsi Banten. Ia dinilai telah memperkaya diri sendiri dan orang lain.
Atut terbukti melakukan pengaturan dalam proses pengusulan anggaran Dinas Kesehatan Provinsi Banten pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Tahun Anggaran 2012, dan APBD Perubahan 2012.
Selain itu, Atut melakukan pengaturan pelaksanaan anggaran pada pelelangan pengadaan alat kesehatan (alkes) Rumah Sakit Rujukan Pemprov Banten.
Atut ikut berperan memenangkan pihak-pihak tertentu untuk menjadi rekanan Dinas Kesehatan Provinsi Banten, bersama-sama dengan adik kandungnya, yakni Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan.
Dalam kasus ini, proses penentuan anggaran dan pengadaan alat kesehatan di Provinsi Banten, dikendalikan oleh Wawan. Atut terbukti memperkaya diri sendiri sebesar Rp 3,8 miliar.
Sementara itu, Atut terbukti melakukan pemerasan terhadap empat kepala dinas di Pemprov Banten. Uang senilai Rp 500 juta itu digunakan untuk kepentingan Atut dalam rangka mengadakan kegiatan Istighosah.
Atut terbukti melanggar Pasal 3 jo Pasal 18 jo Pasal 12 huruf e Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.