Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ferdinand Waskita
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Bangsa Indonesia diminta mewaspadai perang asimetris. Hal itu dikatakan Anggota Komisi I DPR Bobby Adhityo Rizaldi dalam diskusi 'Menangkal Perang Asimetris dan Upaya Penguatan Idiologi Pancasila’ yang digelar AMPG di Jakarta, Senin (24/7/2017).
Bobby mengatakan, perang asimetris tidak menggunakan senjata fisik melainkan ide-ide untuk menjatuhkan lawan dengan menggunakan strategi-strategi modern. Di mana, salah satu pihak bisa hanya terdiri dari satu orang yang bahkan berada jauh dari wilayah sengketa.
"Perang asimetris di Indonesia sudah dimulai sejak tahun 1998 dengan adanya aksi mahasiswa tahun 1998. Ada infrastruktur opini melalui media sosial," kata Bobby.
Kepentingan pelaku perang asimetris di Indonesia, lanjut Politikus Golkar itu, karena NKRI ditempatkan sebagai pemasok bahan mentah bagi negara industri maju. Lalu, Indonesia dijadikan sebagai pasar bagi barang-barang jadi yang dihasilkan oleh negara industri maju. Terakhir, Indonesia sebagai pasar untuk memutar ulang kelebihan kapital yang diakumulasi oleh negara-negara industri maju.
"Indonesia adalah korban perang asimetris sehingga perlu adanya kebijakan-kebijakan yang fokus untuk menanggulangi hal tersebut," kata Bobby.
Bobby menilai empat pilar Pancasila dapat menjadi benteng untuk menekan perang asimetris. Ditambah, Partai Golkar sebagai penjaga Pancasila.
Sementara, Ketua Pusat Studi Politik dan Keamanan (PSPK) Universitas Padjadjaran Bandung, Muradi menilai Angkatan Muda Partai Golkar (AMPG) dan Partai Golkar dapat mengambil peran dan bela negara menjadi imun dari peperangan asimetris.
"Kesiapan kita sebagai negara, kita sebagai personal sebagai bagian dari peperangan asimetris. Nah ini bisa dilakukan oleh AMPG dan Partai Golkar," kata Muradi