TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mundurnya Fraksi Gerindra dari Pansus Angket KPK lebih untuk menghindari elektabilitasnya turun di mata publik.
Hal itu disampaikan pegiat antikorupsi yang juga Peneliti Indonesian Legal Roundtable, Erwin Natosmal Oemar kepada Tribunnews.com, Selasa (25/7/2017).
Karena bagaimana pun, menurut Erwin Natosmal, isu korupsi merupakan salah satu variabel penentu elektabilitas parpol di mata publik.
"Saya melihat bahwa Gerindra keluar hanya untuk menghindari elektabilitasnya turun di mata publik," ujar Erwin Natosmal kepada Tribunnews.com.
Meskipun terlambat, menurutnya, publik mengapresiasi sikap Partai Gerindra keluar dari Pansus Angket KPK yang dinilai hanya melemahkan KPK.
"Dari awal publik sudah mengetahui bahwa keberadaan Pansus untuk menganggu penegakan hukum E KTP yang sedang ditangani KPK," katanya.
Keluarnya fraksi Partai Gerindra dari Pansus Angket KPK terkait kinerja Pansus itu sendiri.
Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Fadli Zon mengungkapkan itu menjadi alasan partai besutan Prabowo Subianto memilih untuk keluar.
"Satu alasan utama adalah karena memang Pansus berjalan sejauh ini sudah mengumpulkan berbagai bukti tetapi tidak lengkap," kata Fadli Zon di Gedung DPR RI, Jakarta, Selasa (25/7/2017).
Menurutnya hingga kini masih ada tiga fraksi yang tidak mengirimkan nama-nama anggotanya untuk duduk di Pansus Angket KPK.
"Tidak ada satu kelengkapan dari fraksi-fraksi yang lain, setidaknya masih ada tiga fraksi yang belum menyampaikan nama-nama," katanya.
Menimbang belum adanya kelengkapan nama-nama tersebut, Gerindra kata Fadli Zon menilai Pansus kurang efektif.
"Sehingga fraksi Gerindra melihat ini tidak menjadi satu pansus yang bisa efektif. Saya kira itu salah satu alasannya," katanya.
Walau demikian, Fadli mengungkapkan fraksi Partai Gerindra tetap memberikan keluasaan kepada Pansus Angket KPK untuk bekerja.