TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA- Anggota Pansus Angket KPK, M Misbakhun menjelaskan, hasil kerja Panitia Khusus Hak Angket DPR tentang KPK seakan membuka tabir. Yang dimaksudkannya, yang selama ini seakan tertutup rapat akan adanya dugaan praktik para penyidik di KPK yang tidak berdasar aturan Kitab Undang-Undang Acara Pidana (KUHAP).
Yang diduga, katanya, tidak sesuai hak asasi manusia dan prinsip-prinsip penegakan hukum yang akuntabel dalam kegiatan yang dikenal sebagai operasi tangkap tangan atau OTT yang penuh rekayasa.
Dijelaskan, kesaksian Yulianis dibawah sumpah dihadapan Pansus Hak Angket KPK membuka praktek-praktek kotor para penyidik KPK dan Komisioner KPK. "Bagaimana barang bukti kasus yang disita bisa beralih kepemilkan kepada pihak lain yang diduga punya kaitan dan hubungan dengan penyidik di KPK," ungkap Misbakhun, Selasa (25/7/2017).
"Dugaan adanya Komisioner menerima uang sebesar 1 miliar juga menjadi indikasi kuat praktek-praktek tidak benar di KPK yang selama ini terdengar samar-samar menjadi terbuka untuk publik," lanjutnya.
Selain itu, temuan-temuan dari hasil audit BPK terhadap KPK yang hasilnya mengungkap adanya mark up pembangunan gedung KPK yang baru. Kemudian, sambung Misbakhun, adanya pengangkatan penyidik sebagai pegawai tetap berdasarkan kep.572/2012 yang melanggar PP Nomor 63/2005.
Yang juga terungkap, diangkatnya orang yang sudah pensiun pada jabatan yang seharusnya diisi oleh pejabat pada usia aktif 56 tahun.
Lalu, adanya penggunaan anggaran untuk pegawai dan pejabat KPK yang tidak memenuhi aturan. Adanya kelebihan pembayaran uang sewa, kata Misbakhun lagi, serta temuan perlunya lawfull interception KPK dilakukan peer review dan diperbandingkan dengan aparat penegak hukum lainnya.
Sehingga perlu adanya best practice internasional sebagai ukuran adalah sekian dari adanya bukti bahwa embaga KPK memang perlu dilakukan evaluasi untuk memperbaikinya.
"Melihat realitas tersebut, adanya desakan kepada Bapak Presiden Jokowi melakukan intervensi, menghentikan Pansus Hak Angket DPR tentang KPK adalah sebuah provokasi politik yang tidak patut. Bisa menjerumuskan Presiden pada situasi posisi politik yang sulit," Misbakhun mengingatkan.
"Jangan sampai tangan bersih Pak Jokowi dipakai sebagai pembersih bagi praktek-praktek kotor para penyidik KPK yang menyimpang dan penyimpangan keuangan yang masih ada di KPK," katanya lagi.
Ia mengingatkan, Partai Politik yang mendukung keberadaan Pansus Hak Angket DPR tentang KPK adalah partai-partai pendukung pemerintah yang selama ini mengamankan seluruh kebijakan politik Presiden Jokowi.
Baik di DPR maupun di depan seluruh rakyat Indonesia. Seluruh kebijakan pemeritahan Jokowi-JK didukung dan diamankan oleh seluruh partai pendukung pemerintah. Selain itu, bagaimana semua APBN dan APBN-P dibahas dan diselesaikan dengan baik dan tepat waktu.
Perppu Nomor 1/2017 tentang Keterbukaan Informasi Keuangan untuk Perpajakan, lanjutnya lagi, disetujui oleh semua partai pendukung pemerintah. Selain itu, sambung Misbakhun, RUU Pemilu yang isinya tentang presidential threshold 20/25 persen disetujui dengan dukungan dari partai pendukung pemerintah.
Partai pendukung pemerintah dengan Pansus Hak Angket DPR tentang KPK, Misbakhun juga memastikan, justru ingin mendukung Presiden Jokowi dengan meluruskan politik penegakan hukum pemberantasan korupsi.
"Yang selama ini didominasi oleh KPK supaya menjadi penegakan hukum yang akuntabel, transparan, memegang teguh hak asasi manusia dan jauh dari pencitraan yang menyesatkan publik," tegasnya.