TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Terpidana Kasus Suap Sengketa Pilkada Muchtar Effendi mengaku adanya mata-mata Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Lembaga Permasyarakatan (Lapas) Sukamiskin, Bandung.
Hal itu diceritakan Muchtar saat Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Pansus Angket KPK di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (25/7/2017).
Muchtar menceritakan saat dirinya mengurus surat pembebasan pada bulan Januari 2017. Dimana syarat pembebasan yakni 2/3 masa hukuman yakni 1 tahun 3 bulan.
Ternyata, kata Muchtar, Penyidik KPK Novel Baswedan tahu dirinya akan pulang ke rumah.
"Karena di Sukamiskin ada mata-mata KPK, banyak juga pengkhianat disana, sampai kita rapat pun dilaporin KPK, ada surat pemberitahuan," kata Muchtar.
Ia mencontohkan adanya laporan terpidana Choel Mallarangeng tidak masuk kamar isolasi.
Padahal, Choel merasakan kamar isolasi. Namun, terdapat laporan ke KPK mengenai hal tersebut.
"Tidak ada cerita orang langsung masuk ke kamar, ada yang ngelapor itu pengkhianat tak tahu hukum Allah. Karena Novel tahu saya akan pulang, maka bulan Maret 2017 dibikin surat kepada lapas, bahwa Pak Muchtar ada perkara lain," kata Muchtar.
Akibatnya, kata Muchtar, pihak Lapas Sukamiskin tidak berani memproses kepulangannya.
Padahal urusan administrasi telah diselesaikan. Ia mengaku tidak pernah menerima surat penetapan tersangka atas kasus barunya.
"Ini upaya mperlambat atau kepulangan saya dan Novel sempat bilang ke pengacara Budi Antoni akan memenjarakan Muchtar Effendi ini terbukti pasal baru yang dipersangkakan kepada saya," kata Muchtar.
Muchtar mengatakan saksi-saksi dipanggil penyidik KPK dengan ketuanya Novel Baswedan. Mereka hanya disuruh tandatangan serta pulang kembali.
"BAP tak lama hanya mengubah tanggal, pasal dan tandatangan, saya merasa dirugikan, kenapa penetapan tersangka ketika saya mau pulang enggak dari awal," kata Muchtar.