Laporan wartawan Tribunnews.com, Abdul Qodir
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kabareskrim Polri, Komjen Pol Ari Dono Sukmanto menegaskan, dari penyelidikan ditemukan bukti permulaan cukup adanya perbuatan melawan hukum dari PT Indo Beras Unggul (PT IBU).
Kini status kasus tersebut dalam tahap penyidikan dan tinggal menentukan tersangkanya.
"Kami temukan dua bukti permulaan yang cukup bahwa dari temuan lapangan patut diduga ada peristiwa pidana, maka penyelidikan kami tingkatkan ke penyidikan," kata Ari Dono di kantor Ombudsman RI, Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis (27/7/2017).
Ari menjelaskan, dari penyelidikan pihaknya menemukan dugaan adanya pelanggaran pidana Pasal 382 BIS KUHP tentang delik perbuatan curang.
Kemudian Pasal 141 Undang-undang Nomor 18 tahun 2012 tentang Pangan.
Serta Pasal 8 huruf (i) dan (e) UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
Pelaku terancam hukuman pidana penjara selama lima tahun.
Perbuatan pidana yang diduga dilakukan PT IBU yakni karena membeli gabah kering panen untuk beras medium varietas unggul baru (VUB) IR64 dari petani dengan harga tinggi, Rp 4.900/kg.
Padahal, Permendag Nomor 27/M-DAG/PER/2017 mengatur, harga pembelian tertinggi untuk gabah kering panen dari petani adalah Rp 3.700/kg.
Sementara, gabah yang dibeli anak perusahaan PT Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk (PT TPSF) itu sendiri berasal dari padi yang penanamannya mendapat subsidi pupuk dan benih dari pemerintah.
Pembelian gabah kering panen jenis medium yang dibeli PT IBU dari petani membuat pelaku usaha sejenis dan penggilingan kelas kecil minim pasokan dan berpotensi gulung tikar.
Selanjutnya, PT IBU mengolah atau "memoles" gabah atau beras petani tersebut menjadi beras kemasan jenis premium berbagai brand dan menjualnya kepada konsumen dengan harga hingga Rp 20.400/kg.
Hal tersebut juga melanggar ketentuan Permendag Nomor 27/M-DAG/PER/2017.
Sebab, harga jual beras jenis medium dan premium tertinggi sebagaimana peraturan tersebut adalah Rp9.000/kg.