TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kuasa hukum mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), Syafrudin Arsyad Tumenggung yang ditetapkan KPK sebagai tersangka kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) menerima putusan hakim gugatan praperadilan yang diajukan pihaknya.
Dalam sidang putusan yang berlangsung hari ini, Rabu (2/8/2017) di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan hakim Effendy Muchtar menolak seluruhnya permohonan pihak Syafrudin Tumenggung.
Dibalik keputusan tersebut, kuasa hukum yang diwakili Dodi S Abdulkadir menyebut yang terpenting pihaknya sudah menyatakan beberapa fakta persidangan yang perlu diketahui oleh masyarakat.
"Kami menghormati apa yang telah diputuskan hakim dan kami bersyukur bisa menyampaikan fakta bahwa klien kami sebagai Kepala BPPN telah memenuhi semua ketentuan berdasarkan Tab MPR, Undang-undang, dan Inpres."
"Klien kami juga telah diaudit dan dinilai oleh BPK, di mana dalam proses audit tersebut BPK menyatakan surat keterangan lunas yang diberikan kepada Syafrudin Tumenggung sudah sah dan layak diberikan," ujar Dodi.
Baca: Keputusan Sidang Praperadilan Memperkuat Langkah KPK Usut Kasus BLBI
Dodi juga membeberkan keterangan saksi ahli Kwik Kian Gie sebagai mantan Menteri Koordinator Bidang Ekonomi, Keuangan, dan Industri menyatakan pemberian SKL itu sudah diberikan sejak tahun 1999 oleh Kepala BPPN saat itu Farid Harianto.
Pemberian itu menurut Kwik Kian Gie sudah sesuai dengan ketentuan Komite Kebijakan Sektor Keuangan (KKSK).
Soal Penilaian Harian & Pembahasan Kunci Jawaban Geografi Kelas 12 SMA/MA Pola Keruangan Desa & Kota
Soal & Kunci Jawaban Bahasa Indonesia Kelas 8 SMP Bab 2 Kurikulum Merdeka : Iklan, Slogan dan Poster
Untuk itu Dodi menyatakan pihaknya akan menyiapkan aspek materiil untuk melanjutkan proses hukum dalam perkara pokok.
"Seperti dijelaskan tadi praperadilan hanya mengurusi aspek formil. Oleh karena itu kami akan menyiapkan aspek-aspek materiil untuk menghadapi langkah hukum dalam perkara pokok," terangnya.
Sebelumnya diketahui bahwa KPK menemukan indikasi adanya korupsi dalam pemberian Surat Keterangan Lunas kepada Sjamsul Nursalim selaku pemegang saham pengendali Bank Dagang Negara Indonesia tahun 2004.
SKL itu merupakan kewajiban penyerahan aset dari sejumlah obligator BLBI kepada BPPN.
KPK menduga Syafrudin telah melakukan tindakan yang menguntungkan diri sendiri, orang lain atau korporasi sehingga menyebabkan kerugian negara sebesar Rp 3,7 triliun.