TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi Jakarta menolak eksepsi penasihat hukum terdakwa dan Musa Zainudin terkait dugaan menerima hadiah atau janji sebesar Rp 7 miliar dari Direktur Utama PT Windhu Tunggal Utama Abdul Khoir.
Ketua Majelis Hakim Mas'ud mengungkapkan surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah sesuai ketentuan Pasal 143 ayat 2 KUHAP.
"Mengadili, menyatakan eksepsi keberatan terdakwa dan penasehat hukum terdakwa tidak dapat diterima," kata Mas'ud saat membacakan putusan sela di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Rabu (2/8/2017).
Majelis hakim kemudian memerintahkan kepada jaksa untuk melanjutkan pemeriksaan dan mengadili perkara Musa Zainudin.
"Menyatakan sah surat dakwaan penuntut umum sebagai dasar pemeriksaan dalam memeriksa dan mengadili perkara tindak pidana korupsi atas nama terdakwa Musa Zainudin. Memerintahkan penuntut umum untuk melanjutkan pemeriksaan perkara," kata Mas'ud.
Sebelumnya, Musa Zainuddin didakwa menerima hadiah atau janji sebesar Rp 7 miliar dari Direktur Utama PT Windhu Tunggal Utama Abdul Khoir.
Pemberian uang tersebut diduga untuk mempengaruhi Musa agar mengusulkan program tambahan belanja/prioritas/optimasi/on tip dalam bentuk proyek pembangunan infrastruktur di Maluku dan Maluku Utara.
Proyek tersebut adalah pembangunan jalan Taniwei -Saleman dan rekonstruksi Jalan Piru-Waisala di wilayah Balai Pelaksanaan Nasional IX.
Proyek tersebut adalah pembangunan jalan Taniwei -Saleman dan rekonstruksi Jalan Piru-Waisala di wilayah Balai Pelaksanaan Nasional IX.
Atas perbuatannya, Politikus Partai Kebangkitan Bangsa itu didakwa Pasal 12 huruf a Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke - 1 KUHPidana.