TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa mengingatkan peran perempuan sebagai Ibu Bangsa harus terus diperkuat dan diviralkan demi mewujudkan generasi penerus bangsa yang sehat, cerdas dan berkarakter.
Hal tersebut disampaikan Khofifah saat memberikan arahan sekaligus membuka Musyawarah Kerja 2017 KOWANI di gedung Lemhanas, Jakarta, Rabu (9/8/2017).
"Mari kita panggil kembali memori kita pada saat Kongres Perempoean Indonesia II tahun 1935 di Jakarta dimana saat itu lahir keputusan penting bahwa kewajiban utama wanita Indonesia adalah menjadi 'Ibu Bangsa' yang berarti berusaha menumbuhkan generasi baru yang lebih sadar akan kebangsaannya," katanya.
Harus diakui, lanjutnya, tantangan ibu puluhan tahun lalu sangat berbeda dengan hari ini. Penetrasi gawai, pengaruh media sosial dan beragam aplikasi pesan pribadi yang mengarah pada radikalisme dan intoleransi, kekerasan, main hakim sendiri serta pengaruh narkoba pada anak muda saat ini telah mengubah konstruksi berpikir anak-anak hari ini," tuturnya
Pengaruh tersebut, lanjutnya, turut menggeser perilaku dan pola tindak anak-anak, penghormatan kepada orangtua dan penghormatan kepada guru bahkan kecintaan kepada bangsa dan negara.
"Inilah saatnya menyerukan kepada semua perempuan Indonesia bahwa sebagai Ibu Bangsa kita mengemban tugas mendidik dan membimbing anak-anak bangsa terhadap pentingnya menjaga persatuan, kesatuan dan persaudaraan. Tentang nilai keberagaman, kebangsaan, toleransi serta membangun persaudaraan intern dan antar umat beragama dengan baik ," tuturnya.
KOWANI, lanjutnya, memiliki kekuatan sejarah terhadap pemikiran strategis perempuan sebagai ibu bangsa. Maka pada momentum strategis Musyawarah Kerja KOWANI di bulang Agustus ini saya berharap ada revitalisasi peran strategis ibu bangsa dilakukan secara serius dan berkelanjutan.
Kepada anak-anak, lanjut Mensos, harus ditanamkan pemahaman bahwa Indonesia lahir dari beragam suku bangsa, agama, ras, dan kebudayaan yang diikat oleh ideologi Pancasila.
"Di sekolah mungkin hal ini diajarkan namun orang tua tidak boleh menyerahkan sepenuhnya pendidikan anak kepada guru. Sekolah mungkin mencetak anak menjadi pintar, namun di keluarga mereka mendapatkan pendidikan budi pekerti, pendidikan kebangsaan dan jati diri bangsa," terangnya.
Ketika sebuah keluarga memiliki pondasi keberagaman, kebangsaan sekaligus keagamaan yang kuat, diharapkan akan meneguhkan rasa nasionalisme dan kecintaannya kepada Indonesia.
"Sehingga muncul kesadaran untuk rela berkorban, merawat, memelihara dan melindungi bangsa ini dari segala bahaya yang mengancam," katanya.
Selain peran ibu, Mensos mengatakan peran bapak juga sangat penting. Anak-anak harus mendapatkan bimbingan dan kasih sayang kedua irang tuanya. Ibu dan bapaknya. Jangan sampai anak merasa adanya ayah sama dengan tidak adanya karena minimnya makna kehadiran dan peran sang ayah. Kedua orang tua punya kewajiban mengajarkan kepada anak-anak perihal sopan santun, menanamkan akhlak yang baik dan dan pribadi yang berkarakter.
"Mari jadikan ini sebuah ikhtiar bersama, upaya kolektif sebagai wujud nyata kecintaan kita pada NKRI," tutup Mensos.